RS Keluhkan Tingginya Biaya Pengelolaan Limbah Medis

id RS Keluhkan Tingginya Biaya Pengelolaan Limbah Medis

Padang, (Antara) - Sejumlah Rumah Sakit (RS) di Padang, Sumatera Barat (Sumbar) mengeluhkan tingginya biaya yang ditanggung, untuk mengelola limbah medis dan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) yang dihasilkan dari kegiatan medis. "Rumah sakit kami tidak memiliki alat insinerator untuk mengelola limbah medis, sehingga menuntut kami untuk bekerja sama dengan pihak ke tiga dalam pengelolaannya," kata perwakilan Humas Semen Padang Hospital (SPH), Miss Berlianti saat melakukan mengikuti tanya jawab dengan Pansus II DPRD Padang, di Padang, Senin. Ia menambahkan, saat ini pihaknya tengah melakukan kerja sama dengan PT Multazam dari Makasar untuk mengelola limbah tersebut. Ia menjelaskan biaya yang dikeluarkan pihaknya untuk satu kilogram limbah medis sebesar Rp40 ribu, dan Semen Padang Hospital dalam satu hari menghasilkan 15 kilobram limbah, sehingga dalam tiga bulan pihaknya dapat mengeluarkan biaya Rp40 juta. "Ini sangat memberatkan kami, oleh sebab itu kami berharap DPRD Padang dapat merekomendasikan ke Pemerintah Kota untuk megadakan BUMD khusus pengelolaan limbah ini," ujarnya. Tidak hanya SPH, RSUD Dr Rasidin Padang, RSUP M.Djamil dan RS Siti Rahmah juga mengeluhkan hal yang sama, terkait tingginya biaya pengelolaan limbah medis yang ditangani oleh PT Multazam. "Satu-satunya perusahaan yang ada untuk mengelola limbah medis ini hanya Multazam, dan ini sangat ironis bagi kami, dan pemerintah hingga kini belum memiliki solusi yang tepat untuk ini," kata Pejabat Pengelola Limbah Medis RS Siti Rahmah David Ramadi. Ia mengakui saat ini, insinerator yang dimiliki tidak dapat berfungsi, akibat belum diperpanjangnya izin operasional di Kementerian Lingkungan Hidup. "Kalau boleh kami menyarankan, sebaiknya perpanjangan izin kalau bisa sebatas gubernur saja, tidak perlu hingga ke pusat," katanya. Kepala Bagaian Umum RSUP M.Djamil, Viviyanti mengatakan saat ini pihaknya terganjal tidak bisa menaikkan akreditasi dari B ke A akibat tidak sempurnanya IPAL. "Sudah tiga mianggu ini, sistem pengelolaan limbah kami tidak beroperasi, dan pihak kami tengah melakukan penganggaran untuk pembelian alat insinerator baru," ujarnya. Direktur RSUD Dr Rasidin Padang, dr Artati Suryani mengatakan saat ini pihaknya tengah kekurangan petugas pengelola limbah medis, dan ini sangat mengganggu pendistribusian dan pengelolaan limbah tersebut ke tempat pengelolaan limbah. "Yang dipekerjakan minimal tingkat pendidikannya setingkat sekolah menengah atas, tidak mungkin perawat yang kami pekerjakan untuk ini," sebutnya. Menanggapi keluhan dari beberapa rumah sakit tersebut, Pansus II Ranperda Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memberikan beberapa rekomendasi. Ketua Pansus II, Elly Thrisyanti menyebutkan salah satu rekomendasi yakni mengusulkan agar Pemkot Padang mengadakan tempat pengelolaan limbah medis dan B3. "Dengan ini, setidaknya tidak akan ada alasan lagi bagi setiap rumah sakit, klinik medis dan praktek dokter maupun bidan untuk mengabaikan limbah medis mereka," ujarnya. (*/jno)