KKP Harus Pastikan Kepatuhan Perusahaan Sektor Perikanan

id KKP Harus Pastikan Kepatuhan Perusahaan Sektor Perikanan

Jakarta, (Antara) - Kementerian Kelautan dan Perikanan harus dapat memastikan perusahaan yang bergerak di sektor kelautan dan perikanan benar-benar mematuhi aturan yang ada sebelum diberikan izin dalam melakukan pengelolaan komoditas ikan di Tanah Air. "Ada lima indikator kepatuhan yang harus diintegrasikan ke dalam sistem perizinan baru perikanan," kata Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) M Riza Damanik dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin. Riza memaparkan, lima indikator itu adalah kepatuhan membayar pajak, membangun Unit Pengolahan Ikan (UPI), melindungi pekerja, menjaga lingkungan laut, dan menjaga kualitas produk ikan aman bagi konsumen. KNTI juga mengingatkan KKP untuk tidak terjebak pada daftar hitam perusahaan yang ada saat ini. "Karena besar kemungkinan modus ke depan adalah mereka mendirikan perusahaan baru, nama baru, dan manajemen baru, namun tetap menggunakan sumber kapital yang sama," katanya. Untuk itu, ujar dia, kelima indikator kepatuhan tersebut dinilai dapat memisahkan antara pelaku usaha perikanan nakal dan yang benar-benar membawa manfaat buat negara. Sebelumnya, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan, tuntutan kepada berbagai kapal pencuri ikan yang kerap terjadi di kawasan perairan Indonesia harus dapat menjerat perusahaan yang ada di baliknya. "Tuntutan tidak boleh hanya berhenti kepada pelaku di lapangan, tetapi juga harus menjerat perusahaan di belakang layar," kata Sekjen Kiara, Abdul Halim di Jakarta, Kamis (26/3). Untuk itu, menurut Halim, tuntutan yang dirumuskan oleh penegak hukum mesti tidak hanya berdasarkan pelanggaran administratif, tetapi mendasarkan pada tindak pidana atas perbuatan menangkap ikan yang bertentangan dan melanggar hukum. Sebagaimana diwartakan, Tim Satuan Tugas "Illegal, Reported, and Regulated Fishing" mendorong penuntasan kasus pencurian ikan di berbagai daerah dapat menjerat hingga ke pihak korporasi atau perusahaan yang mendanai. "Satgas juga mendorong agar dalam kasus illegal fishing dapat menjerat hingga ke tingkat korporasi," ujar Ketua Tim Satgas IUU Fishing Mas Achmad Santosa. Selain itu, ujar dia, putusan pengadilan nantinya juga bisa dikembangkan hingga ke sanksi administrasi, seperti pencabutan izin dan lainnya. Hal ini untuk mengoptimalkan penanganan kasus hingga ke akarnya. Menurut Achmad, hal itu dimungkinkan dengan merujuk pada pasal 7 ayat 2 butir c juncto pasal 101 diatur bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan pengelolaan perikanan wajib mematuhi ketentuan, salah satunya adalah soal daerah, jalur dan waktu atau musim penangkapan ikan. Pemerintah melalui Tim Satgas IUU Fishing siap melakukan analisis dan evaluasi (Anev) atau audit kepatuhan kapal-kapal perikanan eks-asing yang berkapasitas di atas 30 GT. "Anev ini adalah kegiatan audit kepatuhan untuk melihat dua hal, yaitu apakah kapal eks-asing secara formil dan materiil dimiliki WNI atau badan hukum Indonesia," tutur Mas Achmad Santosa. Achmad memaparkan, Anev dilakukan untuk menertibkan perizinan penangkapan ikan oleh kapal eks-asing selama moratorium diterapkan 3 November 2014 hingga 30 April 2015. (*/sun)