Konflik Golkar, Nurdin Halid Diperiksa sebagai Saksi Pelapor

id Konflik Golkar, Nurdin Halid Diperiksa sebagai Saksi Pelapor

Jakarta, (Antara) - Waketum DPP Partai Golkar versi Munas Bali, Nurdin Halid mendatangi Bareskrim Polri untuk diperiksa sebagai saksi pelapor dalam penyelidikan kasus dugaan pemalsuan surat mandat yang dilakukan pengurus Golkar kubu Agung Laksono dalam Munas Ancol. "Saya dimintai keterangan sebagai saksi sehubungan pengaduan Golkar Munas Bali terhadap pemalsuan yang dilakukan kubu Agung," kata Nurdin di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin. Dalam pemeriksaan tersebut, pihaknya membawa beberapa dokumen terkait pelaksanaan Munas Bali dan bukti-bukti surat mandat asli yang diklaimnya sudah diklarifikasi terhadap 546 peserta Munas Bali. "Saya akan perlihatkan perbandingan antara surat mandat Munas Ancol dengan Munas Bali," katanya. Nurdin mengatakan pihaknya mengetahui kubu Agung telah mengiming-imingi salah seorang pelaku pemalsuan surat mandat dengan sejumlah uang. "Jadi yang memalsukan itu dari Sekretaris Golkar Provinsi Banten. Yang dipalsukan adalah tanda tangan Ketua Golkar Pandeglang. Dia mau memalsukan karena dijanjikan Rp500 juta tetapi yang dia terima cuma Rp100 juta. Nah kemudian dipotong lagi oleh penghubungnya itu," katanya. Sebelumnya pada Rabu (11/3), sejumlah pengurus Partai Golkar kubu Ical dan ratusan kadernya menyambangi Bareskrim Polri untuk melaporkan dugaan pemalsuan surat kuasa yang dilakukan sejumlah petinggi Golkar kubu Agung Laksono dalam Munas Ancol. Rombongan tersebut dipimpin oleh Sekjen Golkar kubu Ical, Idrus Marham dan Waketum Nurdin Halid. Dalam laporan tersebut, Idrus mengatakan pihaknya melaporkan Ketua Umum versi Munas Ancol, Agung Laksono, Sekjen Zainuddin Amali, Waketum Yorrys Raweyai dan beberapa pengurus Golkar versi Munas Ancol ke Bareskrim. Mereka ditengarai melakukan pemalsuan surat kuasa pengurus-pengurus Golkar daerah terkait dukungan dalam Munas Ancol. Pihaknya menemukan adanya 133 bentuk pemalsuan yang dilakukan oleh kubu Agung. "Yang dipalsu ada tanda tangan, kop surat, stempel. Jumlahnya ada 133 pemalsuan," katanya. "Ada surat mandat dari pengurus Kabupaten Sumenep, tanda tangannya ada, padahal orangnya sudah meninggal pada 2012," tambah Idrus. (*/jno)