410 Hektare Diusulkan untuk Sertifikat Penurunan Karbon

id 410 Hektare Diusulkan untuk Sertifikat Penurunan Karbon

Jakarta, (Antara) - Lahan seluas 410 hektare di zona rehabilitasi Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), Kabupaten Jember, Jawa Timur, diusulkan oleh Konsorsium Pengelola Jasa Lingkungan Indonesia untuk memperoleh Sertifikat Penurunan Emisi Karbon dari Plan Vivo. "Kalau masyarakat pengelola Taman Nasional Meru Betiri sudah mendapat sertifikat penurunan karbon itu, mereka bisa menjual karbon itu, kemudian bisa dapat uang. Nah, uang tersebut bisa digunakan untuk kegiatan yang terkait dengan perlindungan hutan," kata Koordinator Konsorsium Pengelola Jasa Lingkungan Indonesia (The Indonesian Community Payment for Enviromental Services Consorsium) Arif Aliadi di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Rabu (11/3). Untuk memperoleh sertifikat dari Plan Vivo, suatu standar penurunan emisi yang telah digunakan di Amerika Selatan, Afrika, dan Asia Selatan, pihaknya memasuki tahap pertama, yakni menulis Project Idea Note (PIN) TNMB. Ia mengatakan PIN merupakan sejumlah kerangka pemikiran tentang pengelolaan hutan untuk penurunan emisi karbon, sebagai menjadi landasan dalam rancangan kegiatan. "Untuk mencapai pemenuhan syarat Plan Vivo ini, maka pertama mereka harus salah satunya mendiskusikan dari awal bagaimana mengelola hutannya itu, bagaimana organisasinya di masyarakat, bagaimana aturan-aturannya seperti sanksi dan apresiasinya," katanya. Setelah menulis PIN, tahapan lainnya adalah menulis Project Design Document (PDD), validasi PDD, dan menulis laporan tahunan yang berfokus pada skema rencana pelaksanaan kegiatan, persetujuan proyek hingga laporan perkembangan proyek itu. Untuk kegiatan-kegiatan terkait dengan Plan Vivo, katanya, selain proses pemenuhan syarat untuk memperoleh sertifikat, kegiatan lainnya mencakup peningkatan kapasitas masyarakat dalam manajemen kelembagaan, keterampilan teknis pengumpulan data karbon di lapangan, pengembangan usaha dan kemitraan. Program Penurunan Emisi Berbasis Masyarakat yang dikembangkan Konsorsium Pengelola Jasa Lingkungan Indonesia itu, sejalan dengan upaya pemerintah untuk menurunkan emisi karbon dalam Peraturan Presiden No. 61/2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca. Pemerintah dalam peraturan itu menargetkan Hutan Kemasyarakatan dapat menurunkan emisi karbon 91,75 juta ton carbon dioxide equivalent (CO2e) dari area lahan seluas 2.500.000 hektare. Hutan Desa diharapkan dapat menurunkan 9,18 juta ton CO2e dari area lahan hutan seluas 250.000 hektare. Ia mengatakan lokasi itu dipilih untuk diusulkan karena dua alasan, yakni telah ada nota kesepahaman antara masyarakat dengan pengelola TNMB serta pemerintah desa setempat terkait dengan kegiatan masyarakat dalam merehabilitasi taman nasional itu. Selain itu, lokasi kegiatan rehabilitasi hutan yang merupakan bagian dari zona rehabilitasi TNMB seluas kurang lebih 2.000 hektare itu dipilih karena memiliki pemetaan yang cukup detail. Dari hasil pemetaan, katanya, telah diperoleh data tentang siapa saja petani yang mengelola lahan rehabilitasi, batas lahan yang dikelola, jumlah dan jenis tanaman yang sudah ditanam, serta kebutuhan bibit yang harus disediakan. Hingga saat ini, katanya, 22 lokasi hutan menerapkan proses penurunan emisi gas berbasis masyarakat, antara lain di Taman Nasional Meru Betiri melalui skema Hutan Kemitraan dengan masyarakat di Desa Curahnongko, Jember, Jawa Timur. Selain itu, Hutan Kemasyarakatan Anrang, Bangkengbukit dan Lompobattang di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan dan Hutan Kemasyarakatan Kelompok Mitra Wana Lestari Sejahtera Kelurahan Tugu Sari, Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung. Ia mengatakan We Forest, salah satu organisasi yang berkantor di Belgia yang juga bergerak dalam penghijauan dan pelestarian alam, akan membantu menjual Sertifikat Penurunan Emisi Karbon dari Plan Vivo itu saat masyarakat setempat telah memperolehnya. "Sampai sekarang di Indonesia belum ada pasar karbon, dari program ini, kami berharap jadi yang pertama untuk bisa menarik pembeli untuk itu. Kita juga bisa menjajaki kerja sama dengan hutan-hutan yang ada terutama yang mau bergabung dengan program kita," katanya. Untuk itu, We Forest akan membantu untuk menjual sertifikat itu ke pasar internasional, seperti Belgia dan Belanda. (*/sun)