Pelarangan Alat Tangkap Trawl Amanah UU Perikanan

id Pelarangan Alat Tangkap Trawl Amanah UU Perikanan

Jakarta, (Antara) - Pelarangan alat tangkap "trawl" atau pukat harimau yang dilarang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dinilai telah sesuai dengan amanah UU No 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. "Pelarangan trawl merupakan perwujudan amanah Undang-Undang Perikanan yang dilaksanakan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan," kata Ketua Umum Federasi Serikat Nelayan Nusantara, Sutrisno, Kamis. Menurut Sutrisno, penggunaan trawl dinilai telah mengakibatkan banyak konflik antara nelayan yang menggunakan "trawl" dengan nelayan yang tidak menggunakan alat tangkap tersebut. Sebagaimana diketahui, "trawl" dinilai secara internasional sebagai alat tangkap yang merusak lingkungan karena dalam sekali tangkapan dapat merenggut banyak sumber daya perikanan. "Konflik berdarah di Sumatera Utara disebabkan oleh pemakaian trawl," kata Ketua Umum Federasi Serikat Nelayan Nusantara. Ia juga mengatakan, setelah disahkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015, pihaknya melakukan sosialisasi kepada seluruh anggota serikat nelayan. Selain itu, ujar dia, para nelayan juga disosialisasikan untuk mengawal upaya penegakan hukumnya. Sementara itu, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan terbitnya pelarangan alat tangkap "trawl" oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti harus disertai dengan berbagai solusi yang menyeluruh. "Menteri Kelautan dan Perikanan harus mengambil langkah-langkah progresif tanpa mencederai amanah Undang-Undang Perikanan," kata Sekretaris Jenderal Kiara Abdul Halim di Jakarta, Kamis. Menurut dia, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 2 Tahun 2015 tentang tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela ("Trawl") dan Pukat Tarik ("Seine Nets") berakibat pada ancaman kriminalisasi. Untuk itu, Kiara merekomendasikan kepada Menteri Susi untuk pertama, benar-benar memastikan masa transisi selama 6-9 bulan (proses pengalihan alat tangkap) tidak diwarnai oleh kriminalisasi terhadap masyarakat nelayan. "Hal ini sudah terjadi di Tarakan, sebanyak 9 nelayan ditangkap aparat setempat dikarenakan masih menggunakan trawl. Langkah yang bisa diambil adalah berkoordinasi dengan Satuan Kerja PSDKP KKP, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, dan TNI AL," katanya. Kedua, ujar Abdul Halim, penggunaan APBN-P 2015 untuk memfasilitasi pengalihan alat tangkap bagi nelayan kecil. Dia mengemukakan, langkah yang bisa dipilih terkait dengan hal itu adalah berkoordinasi dengan kepala daerah setingkat kota/kabupaten/provinsi untuk menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kelautan dan Perikanan. Selain itu, Menteri Susi juga didesak berkoordinasi dengan perbankan nasional agar menyiapkan skema kredit kelautan dan perikanan yang bisa diakses oleh pelaku perikanan untuk penggantian alat tangkap. (*/jno)