KPAI: Anak Mudah Galau karena Hari Valentine

id KPAI: Anak Mudah Galau karena Hari Valentine

Jakarta, (Antara) - Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Maria Advianti mengatakan anak mudah galau jika tidak ikut merayakan Hari Valentine yang kerap dirayakan anak usia sekolah setiap 14 Februari. "Anak menjadi mudah galau. Kalau tidak dapat cokelat seperti menandakan tidak punya pacar atau disebut jomblo. Atau terjadi juga anak menjadi tidak percaya diri karena tidak menjadi bagian dari hari Valentine," kata Maria di kantornya Menteng, Jakarta, Selasa. Dia mengatakan Hari Valentine belakangan cenderung menuju ke arah negatif. Untuk itu, KPAI yang tugasnya melindungi anak berupaya menghimbau para orang tua dan masyarakat lebih peduli dengan dampak Valentine. Padahal, kata dia, hari tersebut hanya satu hari dalam satu tahun. Kemudian bagi anak yang tidak mendapatkan cokelat seperti tidak mendapatkan kasih sayang. "Apakah tidak menjadi bagian di hari 14 Februari kemudian anak tidak mendapat kasih sayang? Tentu tidak. Kecenderungannya anak kini menjadi kurang percaya diri karena hal itu," kata dia. Menurut dia, anak seharusnya mencari kegiatan positif selain ikut ambil bagian dari perayaan Valentine yang sejatinya berasal dari Barat. Lingkup anak, masih kata dia, harus memberikan dukungan kepada anak bahwa valentine bukan segalanya. "Orangtua dan sekolah harus memberikan pengertian kepada anak kalau Hari Valentine tidak ada urgensinya," katanya. Justru Maria beranggapan jika kasih sayang itu harus diberikan setiap hari. Sementara anak perlu paham bahwa hari tersebut bukan selalu berkonotasi sebagai hubungan seksual. Kasih sayang bisa ditujukan kepada keluarga di setiap hari sepanjang tahun. KPAI juga menyesalkan Valentine yang kini justru menjadi sebuah waktu bagi sejumlah produsen dalam memasarkan produknya, seperti cokelat dan kondom. Penelusuran dari lembaga perlindungan anak itu menemukan sejumlah produk promosi pembelian dua batang cokelat berhadiah kondom di sejumlah swalayan, terutama di Jakarta. "Hal itu mengancam tumbuh kembang anak dengan iming-iming produk terkait seks bebas. Ini bisa terjadi karena produsen yang ingin produknya agar laku. Kami menemukan paket cokelat dan kondom dan seperti pengulangan tahun lalu meski memiliki kemasan yang berbeda," katanya. (*/jno)