Siswa SDLB Bukittinggi Dilatih Tanggap Darurat Bencana

id Siswa SDLB Bukittinggi Dilatih Tanggap Darurat Bencana

Siswa SDLB Bukittinggi Dilatih Tanggap Darurat Bencana

Bukittinggi, (Antara) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, bersama Sekolah Dasar Luar Biasa Negeri di Manggih Gantiang menggelar simulasi tanggap darurat yang diikuti seluruh siswa sekolah tersebut. Kepala Seksi (Kasi) Pencegahan dan KesiapsiagaanBadan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bukittinggi, Safei di Bukittinggi, Kamis, mengatakan, sekitar 100 anak penyandang disabilitas di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) mengikuti simulasi tanggap darurat gempa bumi dan kebakaran di lingkungan sekolah mereka. Ia mengatakan, meski memiliki keterbatasan mental dan pertama kali diadakan di sekolah ini, namun para pelajar tetap kompak dan serius mengikuti kegiatan simulasi. Bahkan, imbuhnya, sempat membuat beberapa anak mengeluarkan air mata, karena diduga mengalami stres melihat banyak temannya yang berlarian dalam mengikuti simulasi. "Mereka mencatat rekor, dari simulasi sebelumnya yang dilakukan di beberapa tempat, dibutuhkan sekitar 10 menit untuk mendirikan tenda. Namun anak-anak disabilitas itu mampu mendirikan tenda hanya dalam waktu tujuh menit," ungkapnya. Semetara, Kepala SDLB Manggih Gantiang Bukittinggi, Bedral Hikmah Jaya mengatakan, dalam proses pembelajaran sehari-hari, masing-masing kelas dibagi dalam tiga kelompok yang disesuaikan dengan kemampuan murid, yang mana masing-masing kelompoknya berjumlah sekitar enam orang. Saat ini, katanya, ada sekitar 29 guru khusus yang mengajar di SDLB Manggih Gantiang. Terkait antisipasi kebencanaan, ia mengakui, saat ini SDLB Manggih Gantiang belum memiliki prosedur tetap (protap) jika terjadi bencana. Setelah simulasi itu, ia berjanji akan melakukan koordinasi dengan BPBD Bukittinggi untuk menetapkan protap kebencanaan. "Saat ini SDLB Manggih Gantiang baru memiliki sirine, dan akan dibunyikan jika terjadi gempa atau kebakaran. Sementara untuk tenda, kami telah memiliki satu unit tenda barak, serta tiga unit tenda pramuka berukuran tiga kali empat meter," katanya. Menurutnya, tidak mudah bagi para petugas untuk melatih siswanya, karena mereka sangat beragam, mulai dari penyandang tuna netra (gangguan penglihatan), tuna rungu (gangguan pendengaran), tuna grahita (keterbelakangan mental) hingga tuna daksa (cacat fisik). Dalam memberi penjelasan bagi anak tuna rungu, petugas dari BPBD Kota Bukittinggi musti didampingi gurunya, karena harus menggunakan bahasa isyarat yang bisa dimengerti oleh siswa, jelasnya. (*/cpw6)