Mengintip Garis Besar RAPBN-Perubahan 2015

id Mengintip Garis Besar RAPBN-Perubahan 2015

Pemerintah segera melakukan pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan 2015 setelah Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyampaikan draf rancangan tersebut kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Jumat (9/1).

Sejumlah asumsi makro dalam draf itu antara lain pertumbuhan ekonomi 5,8 persen, laju inflasi 5,0 persen, nilai tukar rupiah Rp12.200 per dolar AS, SPN 3 bulan 6,2 persen, harga ICP minyak 70 dolar AS per barel, lifting minyak 849 ribu barel per hari dan gas 1,12 juta barel per hari setara minyak.

Hanya pertumbuhan ekonomi yang asumsinya tidak berubah dari APBN 2015 yaitu 5,8 persen karena pemerintah optimistis dapat mendorong pembangunan infrastruktur dan investasi setelah mendapatkan stimulus fiskal dari pengalihan belanja subsidi.

Namun, asumsi nilai tukar melemah tajam dari sebelumnya Rp11.900 per dolar AS sebagai antisipasi apabila The Fed menaikkan suku bunga acuan pada semester I-2015. Harga ICP minyak juga turun drastis dari angka 105 dolar AS, mengikuti fluktuasi harga minyak dunia.

Dengan perbedaan asumsi dari APBN tersebut, rancangan APBN-Perubahan 2015 berisi sejumlah perubahan yang signifikan, beberapa diantaranya terkait penambahan penerimaan perpajakan serta pembiayaan, dan berkurangnya alokasi belanja subsidi energi secara signifikan.

Belanja subsidi energi terutama bahan bakar minyak berkurang alokasinya dari APBN sebesar Rp276 triliun menjadi Rp81 triliun dalam RAPBN-Perubahan 2015 karena pemerintah tidak lagi memberikan subsidi untuk premium.

Meskipun demikian, pemerintah tidak melepaskan harga premium sepenuhnya kepada mekanisme pasar karena berdasarkan penghitungan skema harga BBM terbaru, pemerintah masih melakukan intervensi dalam menjaga fluktuasi harga.

Untuk solar, pemerintah masih memberikan subsidi tetap Rp1.000 per liter karena komoditas itu masih banyak digunakan masyarakat miskin dalam melaksanakan aktivitasnya. Minyak tanah pun tidak mengalami perubahan harga yaitu tetap Rp2.500 per liter.

Alokasi belanja subsidi BBM sebesar Rp81 triliun pada 2015 tersebut sudah termasuk untuk membayar pengalihan kekurangan bayar (carry over) tahun lalu sebesar Rp25 triliun, subsidi untuk solar Rp17 triliun, subsidi elpiji tiga kilogram Rp23 triliun dan subsidi minyak tanah Rp6 triliun.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan penurunan jumlah alokasi subsidi BBM ini berdampak pada bertambahnya ruang fiskal sebesar Rp230 triliun, yang bisa dimanfaatkan untuk keperluan belanja infrastruktur dan perlindungan sosial lainnya.

Ia mengatakan tanpa subsidi BBM, menjadikan APBN-Perubahan 2015 mendekati ideal dibandingkan anggaran-anggaran sebelumnya yang dibuat dengan penuh risiko, dan defisit fiskal yang mendekati batas 2,5 persen terhadap PDB.

"APBN-Perubahan 2015 mungkin mendekati ideal karena dapat mengurangi risiko penerimaan baik pengeluaran yang sebelumnya belipat-lipat pada anggaran terdahulu," katanya dalam pemaparan kepada wartawan di Jakarta.

Selain memberikan subsidi, pemerintah dalam fokus kebijakan belanja, memberikan alokasi tambahan untuk pembangunan infrastruktur maupun biaya perlindungan sosial. Meskipun tidak memberikan secara rinci peningkatan belanja negara, namun ada tiga kementerian yang mendapat tambahan belanja terbanyak.

Tiga kementerian yang terlibat langsung dalam rencana pembangunan nasional tersebut antara lain Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang mendapatkan tambahan sebanyak Rp33 triliun, Kementerian Perhubungan Rp20 triliun, serta Kementerian Pertanian Rp16 triliun.

"Itu tiga kementerian terbesar karena yang lain jauh di bawah itu, Kementerian ESDM hanya Rp5 triliun, Kementerian Pertahanan biasanya paling besar tapi penambahannya tidak besar sekarang," kata Bambang.

Bambang mengharapkan penambahan anggaran tersebut, selain dapat meningkatkan pemerataan pembangunan dan mewujudkan konektivitas antarwilayah, namun juga mewujudkan swasembada pangan yang menjadi fokus pemerintahan saat ini.

<b>Penerimaan Negara</b>

Terkait pendapatan negara, pemerintah dalam revisi draf Rancangan APBN-Perubahan menaikkan target penerimaan pajak dari sebelumnya pada kisaran Rp1.200 triliun menjadi Rp1.300 triliun. Untuk mewujudkan pencapaian target tersebut, pemerintah mencari Direktur Jenderal Pajak yang baru, melalui seleksi terbuka.

Melalui seleksi terbuka, pemerintah mengharapkan dapat terpilih seorang pemimpin yang amanah dan memiliki integritas dalam menjaga penerimaan negara dalam sektor pajak. Apalagi target penerimaan pajak hampir tidak pernah tercapai setiap tahunnya.

Bambang menginginkan Direktur Jenderal Pajak yang baru dapat bekerja sama dengannya dan memiliki terobosan-terobosan yang kuat. Saat ini nama-nama calon pimpinan di otoritas pajak tersebut sudah berada ditangan Presiden.

"Dirjen Pajak dipilih yang terbaik melalui Tim Penyeleksi Akhir dan tentunya dapat bekerja sama yang baik dengan saya agar dapat meningkatkan pendapatan pajak," kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro.

Untuk porsi pembiayaan, pemerintah ikut menaikkan target pembiayaan dari yang tercatat dalam APBN 2015 sebesar Rp245,9 triliun. Salah satu alasannya, pemerintah membutuhkan dana untuk menambah modal bagi BUMN Infrastruktur.

"Pembiayaannya bertambah, karena ada tambahan penyertaan modal negara (PMN). Jadi ujung-ujungnya di nett ada tambahan sekitar Rp31 triliun untuk penerbitan surat berharga negara," ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Robert Pakpahan.

Robert memastikan rencana penambahan target pembiayaan ini dilakukan untuk penyertaan modal negara kepada BUMN senilai Rp48 triliun, bukan untuk menambah utang, meskipun ini masih membutuhkan persetujuan parlemen dalam pembahasan Rancangan APBN-Perubahan 2015.

"Defisitnya berkurang, tapi <i>below the line</i> kan masih ada pembiayaan, ada pembiayaan utang, non utang, termasuk penyertaan modal negara. Itu perlu diterbitkan utang, tapi tidak untuk belanja, untuk penyertaan modal negara," ujarnya.

Direktur Strategis dan Portfolio Utang Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Schneider Siahaan menambahkan tambahan penyertaan modal kepada BUMN masih dibiayai dari utang karena tidak bisa ditutup oleh ruang fiskal yang jumlahnya mencapai Rp230 triliun.

Ia menambahkan tambahan pembiayaan tersebut kemungkinan berasal dari penerbitan obligasi dalam negeri atau pinjaman multilateral, yang minim terhadap risiko politik atau tidak menyulitkan pemerintah Indonesia dalam prosesnya.

"Kita mau lihat dulu, dan dikomunikasikan karena multilateral itu tidak bisa langsung. Mereka lihat dulu apa programnya, misalnya World Bank, dia tidak mau memberi pinjaman untuk membangun pembangkit listrik yang tenaganya batubara, karena punya kebijakan green issue," ujarnya.

<b>APBN Dorong Sektor Riil</b>

Dengan berbagai review tersebut, pemerintah menetapkan defisit anggaran pada Rancangan APBN-Perubahan 2015 sebesar 1,9 persen terhadap PDB atau lebih rendah dari perkiraan dalam APBN sebesar 2,2 persen terhadap PDB.

Angka ini masih relatif aman, karena batas defisit anggaran yang ditetapkan dalam UU nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara adalah dibawah 3,0 persen terhadap PDB. Pemerintah menjaga betul angka defisit ini agar ketahanan fiskal nasional tetap terjaga.

Pengamat ekonomi Enny Sri Hartati mengatakan selain harus menjaga keseimbangan fiskal, APBN-Perubahan 2015 juga merefleksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang ditargetkan makin meningkat seiring dengan adanya pembenahan dalam struktur belanja.

Untuk itu, Direktur Institute Development of Economics dan Finance (INDEF) tersebut berpendapat, pemerintah seharusnya lebih memperhatikan sektor riil karena memiliki potensi yang besar untuk mendukung kemajuan pembangunan nasional.

"Selama ini pemerintah mengagendakan tiga sektor, yaitu pertanian, industri, dan kemaritiman. Jadi fokus anggaran ke sana harus diperhatikan," kata Enny.

Menurut Enny, jika realokasi APBN-Perubahan 2015 masih tidak jelas, maka akan sulit bagi Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi seperti yang diharapkan pemerintah, yaitu mencapai kisaran enam persen-tujuh persen dalam beberapa tahun mendatang.

"Saya yakin jika pemerintah mau memfokuskan pada tiga sektor itu, pertumbuhan ekonomi sebesar 5,8 persen bisa kita raih. Asalkan sektor riil yang harus bergerak," kata peraih gelar Doktor Ekonomi Pembangunan dari Institut Pertanian Bogor ini.

Dengan alokasi belanja infrastruktur yang tepat serta didukung oleh pencapaian penerimaan pajak yang maksimal, maka pemerintah bisa berharap APBN mampu menjadi stimulus ekonomi untuk mendorong pembangunan nasional dan menahan kesenjangan sosial.

Pemerintah juga berada pada jalur yang tepat setelah merestrukturisasi skema belanja subsidi, namun tantangan selanjutnya adalah mengimplementasikan anggaran tersebut agar realisasinya tepat sasaran dan bermanfaat bagi masyarakat yang membutuhkan. (*)