Guru Masa Kini dan Cerminan Pemimpin Masa Depan

id Guru Masa Kini dan Cerminan Pemimpin Masa Depan

Pada Perang Dunia II, setelah Kota Nagasaki dan Hiroshima hancur lebur oleh bom atom sekutu, Jepang sangat terpukul dan terpuruk. Hanya saja keterpurukan Jepang tidak berlangsung lama karena Kaisar Jepang bergerak cepat dengan tekad untuk bangkit dan kembali membangun Jepang. Dalam upaya bangkit, ternyata yang menjadi perhatian serius Sang Kaisar bukanlah berapa jumlah prajurit yang selamat perang. Bukan pula tentang berapa orang tokoh-tokoh penting dan orang-orang kaya yang masih tersisa, melainkan berapa jumlah guru yang masih hidup. Pada masa bangkit dari keterpurukan itu, peran guru ternyata sangat penting bagi Negara Jepang dan pada akhirnya keberadaan guru menjadi kunci sukses kebangkitan Negara Jepang. Apa yang dilakukan Kaisar Jepang pasca kekalahan pada Perang Dunia II memang sangat beralasan. Kondisi Jepang yang telah kalah perang tentu tidak akan mampu bangkit jika hanya mengandalkan kekuatan pasukan yang masih tersisa. Perekonomian yang terpuruk juga tidak akan bisa kembali stabil jika semata-mata mengandalkan orang-orang kaya dan tokoh-tokoh penting. Jepang hanya bisa bangkit oleh para guru karena merekalah yang mampu mencerdaskan anak-anak Jepang untuk mengubah nasib bangsanya. Keberadaan guru akan mampu melahirkan kembali pasukan-pasukan hebat, pengusaha-pengusaha sukses, dan tokoh-tokoh penting yang akan menjadi pemimpin Jepang masa depan. Serta yang utama, para guru tentu akan melahirkan guru-guru muda sebagai pewaris tugas dan peran guru-guru tua untuk membentuk generasi tangguh berikutnya. Kepercayaan Kaisar Jepang terhadap guru terbukti dengan bangkit dan suksesnya Jepang menjadi negara kecil yang maju hingga sekarang. Keputusan Kaisar Jepang yang menjadikan guru sebagai landasan untuk bangkit memang sangat tepat. Para guru yang telah memberikan perubahan yang sangat berarti bagi Jepang itu tentu bukanlah guru yang hanya sekedar pandai mengajar di kelas namun guru yang memiliki kualitas mendidik anak-anak Jepang secara total. Mendidik di kelas dengan pengetahuannya dan mendidik di luar kelas dengan keteladanan. Tentang keteladanan, guru di Jepang sangat terbantu oleh anak didik yang memiliki semangat belajar yang tinggi serta masyarakat nan memegang teguh budaya bangsanya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut membuat anak didik lebih mudah dibentuk karakternya karena prilaku yang diajarkan oleh guru di sekolah juga mereka temui dalam keseharian masyarakat Jepang itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan adalah gerbang dari perubahan peradaban suatu bangsa dan guru adalah komponen penting dalam pendidikan. Sebagai komponen penting dalam pendidikan, guru memiliki ragam tugas dan peran. Peran guru, menurut WF. Connell (1972), ada tujuh yakni: 1. Peran guru sebagai pendidik. Peran sebagai pendidik adalah peran utama seorang guru. Peran ini sejatinya tidak terbatas atau dibatasi oleh dinding-dinding ruang dan kelas. Dalam hal ini guru mentransfer ilmu pengetahuan, keterampilan, dan beragam nilai-nilai kehidupan yang perlu diketahui oleh murid-muridnya. Peran ini akan bermuara pada motivasi anak-anak muridnya untuk berusaha menemukan sendiri ilmu pengetahuan itu sehingga mereka memiliki bekal melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya. 2. Peran guru sebagai model/teladan. Peran sebagai model lebih mengarah pada peran sebagai sosok yang menjadi teladan bagi anak. Peran ini sangat penting karena akan menentukan keberadaan guru dalam kehidupan bermasyarakat. Peran ini menuntut guru harus memiliki komitmen dalam hidup. Nilai-nilai yang diajarkan guru di kelas harus sesuai dengan prilaku kesehariannya. Jika tidak ada kesesuaian antara nilai yang diajarkan dengan tindakan keseharian Sang Guru maka peran guru sebagai contoh teladan menjadi gagal dan akan berdampak pada prilaku dan karakter anak didik. Peribahasa: guru kencing berdiri, murid kencing berlari cukup relevan dengan peran guru sebagai model atau teladan. Teladan yang baik akan mampu meminimalisir penyimpangan dan pelanggaran anak murid terhadap nilai, norma, dan aturan. Peran guru sebagai model atau teladan akan makin kuat jika dilakukan bersama-sama dengan orang tua murid dan masyarakat. 3. Peran Guru sebagai pengajar dan pembimbing. Peran guru sebagai pengajar dan pembimbing merupakan peran untuk membantu anak didik menggali, menemukan, dan membangkitkan potensi positif yang dimilikinya. Guru melakukan bimbingan dengan tujuan meningkatkan kemampuan anak didik dalam mengembangkan potensi yang mereka miliki tanpa rasa terpaksa sehingga akan menghasilkan individu-individu yang mandiri dan produktif. Guru perlu memahami bahwa setiap anak memiliki sifat dan potensi yang berbeda sehingga terkadang cara yang harus dilakukan untuk membimbing juga harus berbeda. Sedapat mungkin guru harus mengenali sifat dan minat anak didik agar dapat memilih cara yang tepat ketika melakukan bimbingan untuk mengembangkan potensi dan minat mereka. Jika tidak mengenal sifat dan minat anak didik guru akan kesulitan dalam menjalankan perannya sebagai pengajar dan pembimbing. 4. Peran guru sebagai pelajar. Guru perlu memahami bahwa proses yang terjadi di kelas adalah pembelajaran, bukan pengajaran. Artinya, yang ada di dalam ruangan kelas, termasuk guru, semuanya sedang belajar. Pemahamam seperti ini akan menumbuhkan suasana yang lebih hidup dibanding jika guru menempatkan dirinya sebagai sosok yang paling mengetahui dan menganggap anak didik sebagai gelas kosong yang akan diisi. Anak didik bukanlah gelas kosong melainkan gelas yang telah berisi dengan sistem nilai fitrah bawaan dari lahir. Dalam proses pembelajaran, keberadaan guru adalah sebagai tumpuan anak didik dalam menemukan kekuatan dalam dirinya. Ketika hasil belajar tidak sesuai dengan harapan maka itulah saatnya guru belajar yakni dengan mempelajari kondisi dan situasi kelas. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal guru tentu harus selalu mengembangkan diri dengan memperbanyak pemahamam tentang teori-teori yang akan dipraktikkan dalam tindakan kelas. 5. Peran guru sebagai komunikator terhadap masyarakat setempat. Peran ini akan lebih terasa bagi para guru yang melakukan pengabdian di daerah terpencil. Dalam hal ini, guru tidak hanya memberikan pendidikan kepada anak didik tetapi juga memberikan pendidikan kepada masyarakat serta harus mampu menjadi sosok penggagas ide-ide yang membangun bagi masyarakat setempat. Peran ini akan menempatkan keberadaan guru sebagai tonggak utama perubahan di daerah tersebut. 6. Peran guru sebagai administrator. Selain melakukan pendidikan, pengajaran, dan pembelajaran terhadap anak didik serta masyarakat yang ada di lingkungan daerah pengabdiannya, seorang guru juga dituntut mampu bekerja dengan administrasi yang teratur. Administrasi sekolah adalah pengaturan dan pendayagunaan segenap sumber daya sekolah secara efektif dan efisien dalam penyelenggaraan pendidikan sehingga tujuan pendidikan di sekolah akan tercapai secara optimal. 7. Peran guru sebagai sosok yang setia terhadap lembaga. Peran ini lebih menekankan kepada kesetiaan terhadap lembaga dan negara. Pendidikan itu adalah hak semua warga negara sehingga semua anak harus mendapatkan pendidikan dengan kualitas yang sama. Untuk itu guru harus melakukan tugasnya sebagai abdi negara yang akan mencerdaskan semua anak bangsa yang ada dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia tanpa membeda-bedakannya dengan alasan apapun. Tujuh peran guru tersebut, jika diterapkan dengan sungguh-sungguh oleh semua guru dan didukung oleh para pengambil kebijakan di bidang pendidikan, tentu akan mampu menghasilkan generasi masa depan yang tangguh. Jika mau belajar pada apa yang dilakukan oleh Kaisar Jepang pasca Perang Dunia II, tentu bangsa Indonesia juga bisa bangkit dan sukses menjadi negara maju. Negara Jepang dengan luas sekitar 377.444 km2 dan sumber daya alam yang tidak sekaya Indonesia saja bisa menjadi negara maju, kononlah negara besar seperti Indonesia yang kaya akan sumber daya alam. Hanya saja, jika kita menginginkan Indonesia menjadi negara maju di masa depan, maka kita harus segera mulai membenahi dunia pendidikan karena pendidikan sekarang adalah cerminan generasi yang akan datang. Kita harus memahami bahwa tidak semua anak bangsa memiliki kemampuan di atas rata-rata. Manusia cerdas di suatu negara paling-paling hanya berkisar antara 5-10% dari jumlah total penduduk, sedangkan sekitar 90% adalah mereka yang memiliki kemampuan di bawah rata-rata tetapi bukan berarti bodoh. Artinya, jika selama ini dunia pendidikan kita asyik menciptakan anak didik yang cerdas dengan beban pelajaran yang sangat berat maka kini perlu kembali memperhatikan dan mengoptimalkan anak didik yang memiliki kemampuan di bawah rata-rata. Beban pelajaran yang tinggi hanya akan membuat energi guru dan murid terbuang percuma karena yang mampu mengikuti pelajaran dengan baik hanyalah anak didik yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Selain itu, meski pun volume kegiatan belajar mengajar dibuat makin tinggi tetap saja tidak akan mampu memaksa semua anak didik menjadi ahli pemikir dan ilmuwan. Kecerdasan tentunya bukan hanya potensi akademik saja melainkan juga meliputi potensi keterampilan, seni, olahraga, serta kegiatan non akademik lainnya. Anak didik yang memiliki potensi olahraga tentu akan lebih mudah menyerap dan memahami pelajaran yang terkait dengan keolahragaan dibanding anak didik dengan potensi matematika dan fisika. Demikian juga halnya dengan anak didik yang memiliki potensi seni, tentu akan sangat berpeluang menghasilkan prestasi di bidang seni dibanding anak didik yang memiliki ketertarikan terhadap ilmu pasti. Artinya, jika kita menjadikan mata pelajaran tertentu sebagai standar kelulusan berarti kita telah mengabaikan anak didik yang tidak memiliki potensi pada mata pelajaran tersebut. Padahal mereka seharusnya dibantu untuk menggali dan mengembangkan potensinya masing-masing. Dengan demikian, tidak dapat tidak, kita harus melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap sistem pendidikan yang selama ini diterapkan agar anak didik yang memiliki kemampuan di bawah rata-rata bisa dioptimalkan perannya dalam pembangunan bangsa yakni dengan memaksimalkan potensi yang mereka miliki. Kita tidak dapat memungkiri bahwa jika bagus kualitas sistem pendidikan yang kita miliki saat ini maka akan lahirlah pemimpin-pemimpin bangsa masa depan yang hebat dan kuat. Sebaliknya, jika kurang bagus kualitas sistem pendidikan saat ini maka akan lemah pemimpin-pemimpin bangsa masa depan. Kita yang ada pada masa kinilah yang menjadi penentu seperti apa kualitas pemimpin bangsa masa depan. Harapan kita tentunya memiliki pemimpin masa depan yang tangguh dan berkualitas dengan masyarakat yang berkarakter. Dan, dunia pendidikan adalah gerbangnya. (Penulis adalah Guru SMKN 1 Tanjung Raya Kab. Agam)