Sembako dan Ramadhan

id Sembako dan Ramadhan

Sembilan bahan pokok adalah sebutan untuk sembilan item kebutuhan masyarakat sehari-hari. Mulai dari beras, gula, tepung, minyak goreng dan sebagainya. Meskipun sembako adalah "rutinitas" yang harus selalu ada setiap hari dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat, namun komponen "tim sembilan" ini justru populer saat memasuki bulan puasa dan lebaran. Bagaimana tidak, pasa masa ini mendadak komponen ini menjadi primadona yang disuka sekaligus dibenci masyarakat. Pedagang menyukainya karena tingkat kebutuhan masyarakat akan sembako meningkat tajam, namun masyarakat "membencinya" karena selalu diikuti dengan kenaikan harga yang kadang tidak memikirkan esensi ekonomi masyarakat. Harga sembako yang melonjak tajam, memang momok yang sangat dibenci masyarakat terutama kaum ibu. Bahkan untuk menyikapi harganya yang kerap tak terkontrol ini, mereka mau berdemo. Berita penyambutan bulan Ramadhan, harus diakui kalah bersaing dengan berita terkait melambungnya harga sembako. Padahal di saat-saat seperti itu, sebagaimana yang berlangsung saat ini, berita akan kegiatan keagamaan menyambut bulan nan penuh berkah ini haruslah lebih maksimal. Namun anehnya, para kuli tinta lebih suka mendramatisir kenaikan harga sembako ketimbang berita terkait pengajian, tadarusan, zikir bersama jelang Ramadhan. Berita kenaikan harga sembako memang selalu saja bagus untuk diurai, dipersoalkan sekaligus dicaci. Sejauh ini, pemerintah daerah selaku penyelenggara negara di daerah yang harusnya menjadi juri terkait "perang" antara masyarakat dan pedagang belum menempatkan dirinya pada porsi yang benar. Pemerintah hanya menyikapi kenaikan harga dengan mengimbau pedagang untuk tetap berpihak kepada masyarakat. Sekarang timbul pertanyaan, bukankah pedagang juga masyarakat. Nah di sini yang sebenarnya "berperang" adalah masyarakat yang pedagang dengan masyarakat yang berposisi sebagai konsumen. Terkait kenaikan harga sembako jelang Ramadhan, harusnya disikapi tim ekonomi pemerintah daerah dengan tegas. Kapan perlu, pemerintah melalui persetujuan DPRD harus bisa memberikan ambang batas maksimal kenaikan harga ini supaya masyarakat pembeli tak terus menjadi korban. Sikap pemerintah yang cenderung apatis dengan kebiasan pedagang menaikkan harga sembako jelang Ramadhan dan Lebaran, justru dijadikan peluang oleh pedagang untuk menaikkan harga seenaknya. Alasan stok terbatas, tingkat produksi yang terbatas serta kendala tranportasi yang kerap dijadikan alasan klise untuk menaikkan harga sembako, membuat masyarakat dan pemerintah tak bisa berbuat apa-apa. Dengan adanya regulasi dan aturan yang jelas terkait batas maksimal kenaikan harga, tentu ada rambu yang harus dipatuhi pedagang, namun kalau hal ini tidak ada, pedagang akan tetap "bersilantas angan" dengan dagangannya. Seharusnya, pedagang juga menyambut masuknya bulan Ramadhan dengan bersikap "manis" kepada konsumennya dengan cara tidak menaikkan harga barang. Kalau kedua komponen ini telah bisa bersatu dan bergandengan secara mesra, tentu masyarakat yang menjalankan ibadah puasa bisa semakin khusuk, nyaman dan tenang tanpa harus takut dengan "virus" kenaikan harga sembako.***