Muhasabah Ketahanan Bangsa

id Muhasabah Ketahanan Bangsa

Muhasabah Ketahanan Bangsa

Dosen Jurusan Teknik Industri Universitas Andalas

Ada dua kejadian besar dipenghujung tahun 2008 dan menjadi ancaman di tahun 2009. Pertama adalah runtuhnya keuangan negara adidaya AS yang memicu terjadinya krisis global, dan kedua adalah agresi Israel ke Kota Gaza, Palestina. Dua kejadian besar ini sangat menarik perhatian semua pihak karena berhubungan dengan sistem ketahanan ekonomi dan politik sebuah bangsa. Beberapa kalangan juga merasa terkejut ketika keuangan di AS mengalami ancaman keambrukan. Negara sehebat AS ternyata rapuh dalam sistem keuangannya. Dampak yang ditimbulkan bukan saja bagi dalam negeri AS tetapi negara-negara di Asia dan Eropah. Perusahaan-perusahaan besar AS mulai mengurangi tingkat produksinya bahkan beberapa industri otomotif terkemuka harus bangkrut. Anak-anak perusahaan AS yang berada di belahan dunia lain seperti Asia, ikut terimbas karena harus ditutup. Pengangguran merajalela baik di AS maupun secara global. Lain lagi dengan Israel, kebiasaan agresi ke negara disekitarnya bukan hal baru apalagi sikap politik Israel terhadap Palestina. Penyerangan besar-besaran ke Palestina menjadi momentum kejahatan kemanusiaan awal 2009 karena menewaskan ratusan korban jiwa bahkan sepertiga diantaranya adalah anak-anak. Pelajaran apa yang bisa diambil dari fenomena global ini? Bangsa Indonesia harus belajar dari runtuhnya keuangan AS dan lemahnya politik Palestina. Sejarah bangsa Indonesia telah memberikan pelajaran berharga pentingnya sebuah sistem ketahanan bangsa yang kokoh. Kita masih ingat betapa suksesnya Belanda menguasai dan mengeksploitasi sumbardaya alam Indonesia. VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) atau Perserikatan Perusahaan Hindia Timur adalah institusi yang sangat populer dan paling bertanggung jawab atas dimulainya eksploitasi sumberdaya alam Indonesia. VOC adalah sebuah badan dagang, tetapi memiliki keistimewaan karena memiliki tentara dan boleh bernegosiasi dengan negara-negara lain secara langsung. VOC boleh bertindak sebagai negara. Dulu, Kompeni atau Kumpeni (berasal dari kata compagnie dalam bahasa Belanda) adalah sebutan populer VOC. VOC didirikan sebagai bagian dari strategi Belanda di masa itu, untuk bisa memenangkan persaingan yang ketat diantara negara-negara Eropah, seperti Portugis, Inggris dan lainnya. Kala itu negara-negara besar di Eropah sedang memperebutkan hegemoni perdagangan di Asia. Langkah strategis yang dilakukan perusahaan ini diawali dengan mendirikan kantor di Batavia untuk pulau Jawa dan Maluku untuk wilayah Timur. Apa yang dilakukan oleh VOC adalah mempertahankan monopoli dengan kekerasan dan pemerasan terhadap penduduk lokal. Melalui hak istimewa ini, Belanda dengan leluasa bisa menjajah negara kita menggunakan topeng hubungan ekonomi. Pada kasus lain, kehadiran sebuah perusahaan asing yang menguasai sumberdaya alam negara kita secara berlebihan perlu diwaspadai. Sebuah perusahaan pertambangan asing, walaupun menjadi pembayar pajak terbesar kepada Indonesia, telah melakukan eksplorasi besar-besaran di dua tempat di Papua, yaitu tambang Erstberg (1967) dan tambang Grasberg (1988) di kawasan Papua. Freeport, sang penguasa tersebut, berkembang menjadi perusahaan dengan penghasilan 2,3 miliar dolar AS. Walaupun keberadaannya memberikan manfaat kepada Indonesia sebesar 33 miliar dolar dari tahun 19922004 yang setara dengan dua persen PDB Indonesia, pertanyaannya adalah mengapa tidak bangsa sendiri yang mengelola tambang emas tersebut. Dipastikan Indonesia bisa mendapatkan lebih besar dari dua persen PDB. Belajar ke Malaysia, Petronas menjadi besar dan mampu memberikan kontribusi luar biasa bagi pemasukan negaranya karena keputusannya untuk menguasai sendiri semua kekayaan minyak yang ada di negaranya untuk digunakan buat kepentingan warga. Malaysia membangun dan mengembangkan teknologi sendiri, berjuang dengan sungguh-sungguh secara mandiri. Pelajaran lain yang berharga adalah proyek reklamasi pantai oleh Singapura. Luas negara hanya 500 kilometer persegi disadari tidak akan mampu menampung pertumbuhan warga negaranya dengan baik. Terobosan dilakukan pada tahun 1976 melalui sebuah proyek besar penambahan luas wilayah Singapura lewat jalan reklamasi pantai. Proyek ini membutuhkan pasir sebanyak 8 miliar kubik. Tingkat permintaan yang tinggi ini menjadikan hubungan pengusaha pasir Indonesia dengan pemasok pasir proyek reklamasi terjalin dengan erat. Motif bisnis ini ternyata berbuah bencana terhadap ancaman kedaulatan bagi negara kita sendiri. Penambahan luas pantai menjadi daratan bagi Singapuran akan membawa dampak buruk terhadap garis batas kedaulatan negara kita. Pasir boleh saja dijual, tetapi kedaulatan negara harus diperhatikan. Sepatutnya pelajaran berharga kita ambil dari Palestina yang menjadi bulan-bulanan Israel bahkan dibiarkan saja oleh seluruh negara di dunia. AS yang dikenal sangat kuat ternyata harus mengakui sistem keuangannya rapuh sehingga harus mengalami krisis hingga saat ini. Bagaimana dengan Indonesia, ekonomi dan politik pertahanan masih harus kita tingkatkan. Pembangunan ketahanan sebuah bangsa sepatutnya berbasis sumberdaya manusia. Kita tidak pernah menginginkan menjadi sebuah negara yang dieksploitasi secara ekonomi oleh negara asing, apalagi dihancur leburkan oleh sebuah agresi militer. (*)