Sistem Logistik Pemilu

id Sistem Logistik Pemilu

Sistem Logistik Pemilu

Penyelenggaraan Pemilu yang aman, adil dan jujur menjadi keinginan utama banyak pihak dalam memilih pemimpin yang berkualitas. Pemilu sebagai bagian dari kegiatan suksesi kepemimpinan baik legislatif maupun eksekutif harus terlaksana secara damai tanpa kekerasan. Banyak faktor yang berpengaruh dalam hal ini dan salah satunya adalah sistem logistik. Keberhasilan Pemilu tidak terlepas dari pengelolaan logistik yang baik, luar biasa, disiplin dengan ketelitian yang tinggi. Pemilu akan berjalan sesuai rencana apabila dukungan sistem logistik mampu memenuhi seluruh kebutuhan baik jumlah setiap jenis barang, waktu sesuai jadwal dan kualitas sesuai spesifikasi yang telah ditetapk. Semakin dekatnya jadwal Pemilu mendorong berbagai pihak mulai menyoroti kesiapan sistem logistik. Dana Pemilu sebesar Rp. 4,085 triliun untuk KPU diharapkan mampu menghasilkan proses yang efisien dan efektif. Perubahan mendasar dari manajemen Pemilu saat ini adalah KPU periode sebelumnya memiliki tugas mengurusi logistik, sedangkan periode saat ini berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu harus lebih banyak menangani pekerjaan yang sifatnya kebijakan, petunjuk teknis dan petunjuk pelaksana. Besarnya biaya Pemilu harus menjadi perhatian serius KPU ditengah tekanan ekonomi yang dialami rakyat kecil. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah memperbaiki efisiensi dan efektifitas logistik Pemilu. Istilah logistik berasal dari kata logos bahasa Yunani yang berarti rasio, kata, kalkulasi, alasan, berbicara, atau orasi. Logistik dipraktikkan sejak zaman dahulu dalam peperangan. Dalam sebuah peperangan, militer membutuhkan pasokan amunisi dan persenjataan dari depot yang tersebar untuk diangkut ke wilayah peperangan. Orang Yunani dan Romawi kuno menyebut logistikas untuk perwira militer yang bertanggung jawab pada finansial dan rantai pasok. Kamus Oxford English mendefinisikan logistik sebagai bagian dari ilmu militer yang memperhatikan faktor waktu, kualitas dan transportasi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Pada perkembangannya, logistik telah dipraktikkan dalam dunia industri dalam meningkatkan daya saing. Manajemen logistik adalah ilmu yang telah lama berkembang dan dipelajari serta diterapkan diberbagai bidang. Kaitannya dengan Pemilu, manajemen logistik akan berperan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang muncul seperti pemilihan vendor, penentuan jumlah barang dan spesifikasinya, perencanaan distribusi untuk menghindarkan keterlambatan penyebaran kedaerah-daerah pelosok, dan prakiraan kebutuhan barang. Aplikasi manajemen logistik pada Pemilu tidak menjadi masalah yang kompleks. Ketetapan jumlah pemilih menjadikan sistem logistik Pemilu berada dalam lingkungan yang pasti. Dalamhal ini jumlah permintaan kertas suara sama dengan jumlah pemilih yang telah ditetapkan, lokasi pemungutan suara didasarkan tingkat pemerintahan desa/keluarahan, jenis barang yang dibutuhkan sedikit, spesifikasi barang tidak membutuhkan sentuhan teknologi produksi tinggi, jadwal pelaksanaan telah ditetapkan dan infrastruktur jaringan sistem logistik telah terbentuk. Kegiatan yang perlu direncanakan dan dikendalikan dengan baik adalah pengadaan barang karena berhubungan dengan anggaran, konflik kepentingan bisnis para vendor dan kemampuan vendor memenuhi jadwal pasokan. Kegagalan pada kegiatan ini akan menghambat kegiatan selanjutnya khususnya kegiatan distribusi. Menurut Chusnul Mariyah (2005) yang pernah menjadi anggota KPU pada Pemilu 2004, kebutuhan logistik dikategorikan menjadi dua hal yaitu kebutuhan mutlak dan kebutuhan pendukung. Kebutuhan mutlak adalah surat suara, kotak suara, bilik suara, formulir, tinta, perangkat teknologi informasi dan kebutuhan di tiap-tiap TPS. Kebutuhan barang-barang pendukung antara lain kendaraan dan peralatan kantor. Mengacu pada pengalaman Pemilu 2004, persoalan yang sangat krusial adalah proses pengadaan seluruh barang kebutuhan Pemilu. Kegiatan pengadaan barang Pemilu bisa menjadi mimpi buruk seperti yang dialami anggota KPU periode sebelumnya. Hal ini yang mendorong Wakil Presiden Jusuf Kalla mengusulkan adanya Keputusan Presiden (Keppres) khusus soal pengadaan barang dan jasa atau logistik dalam keadaan darurat. Keppres ini nantinya akan dijadikan payung hukum penunjukkan langsung pengadaan logistik pelaksanaan pemilihan umum. Usulan soal Keppres khusus ini hanya dilakukan jika kondisi darurat dan memang hanya perlu dilakukan penunjukkan langsung karena Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah tidak mengatur hal itu (www.setwapres.go.id, 2008). Konflik kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa logistik Pemilu sudah pasti terjadi karena menyangkut nilai rupiah yang sangat besar. Teknik pengambilan keputusan yang perlu dipertimbangkan oleh KPU dalam mereduksi konflik agar lebih terkelola adalah pendekatan resolusi konflik. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sangat memungkinkan proses pengambilan keputusan tidak mengandalkan silat lidah, tetapi akuisisi pengetahuan berbantuan komputer sehingga mendapatkan keputusan yang terbaik. Sebuah sistem penunjang keputusan (decision support system) resolusi kebijakan telah banyak dirancanga dan dikembangkan. Mestinya KPU perlu mempertimbangkan teknologi ini untuk membantu proses pengambilan keputusan berkelompok. Setjen KPU yang bertanggung jawab terhadap sistem logistik akan sangat terbantu dan proses pengambilan keputusan akan lebih efisien dan efektif. Tantangan yang tidak kalah pentingnya bagi KPU saat ini adalah isu penggunaan anggaran yang efektif. KPU mengakui bahwa kotak suara dan bilik suara Pemilu 2004 masih layak pakai 80% sehingga pengadaan barang jenis ini bisa dihemat. Dua jenis barang ini memang sudah sepatutnya menjadi pemicu penghematan biaya Pemilu. Persoalannya adalah apakah KPU telah mempunyai manajemen persediaan sebagai upaya penghematan biaya. Apakah barang-barang tersebut tersimpan dengan baik dan terhindar dari resiko kerusakan. Sistem logistik yang baik akan memperhatikan aspek-aspek efisiensi bukan dalam jangka pendek tetapi jangka panjang. Sangat diharapkan KPU bukan saja mampu merumuskan kebijakan pelaksanaan Pemilu dalam arti sukses pencoblosan tetapi efisiensi dalam arti luas yang menyangkut sistem logistik. Strategi desentralisasi logistik yang akan diterapkan KPU melalui pemberdayaan KPUD harus dilihat dari dua sisi yakni aspek biaya dan pemenuhan jadwal. Strategi ini harus lebih murah dan menjamin ketepatan pasokan barang baik jumlah dan kualitasnya. Semoga sistem logistik Pemilu 2009 mampu memenuhi dua obyektif, biaya yang murah dan sesuai jadwal.(***)