Kemenag: Pengadaan Tenaga Penghulu Hadapi Masalah

id Kemenag: Pengadaan Tenaga Penghulu Hadapi Masalah

Jakarta, (Antara) - Dirjen Bimas Islam Machasin mengakui pengadaan tenaga penghulu dewasa ini menghadapi masalah, selain terasa masih kurang juga dukungan fasilitas kantor urusan agama (KUA) di berbagai daerah masih jauh dari kondisi yang ideal. Penyebaran tenaga penghulu dengan jumlah penduduk di berbagai daerah terasa tak seimbang, kata Machin ketika melakukan Inspeksi Mendadak (Sidak) ke KUA Kecamatan Makasar, Keramat Jati dan Setia Budi Jakarta, Senin. "Saya melakukan kunjungan mendadak. Selain ingin melihat orang kerja di KUA juga ingin melihat langsung pelayanan di KUA. Kunjungan serupa juga akan dilakukan saat berada di berbagai daerah," kata Machasin menjelaskan alasannya mendatangi KUA di Jakarta itu. Kebutuhan tenaga penghulu dewasa ini sekitar 4.500 orang. Untuk memenuhi tenaga sebanyak itu, menurut Machasin, mustahil dapat dipenuhi dalam waktu cepat. Pasalnya, pemerintah kini tengah melakukan moratorium penerimaan pegawai negeri sipil (PNS). Bagi Kementerian Agama, KUA dan tenaga penghulu merupakan ujung tombak bagi pelayanan masyarakat. Khususnya untuk pelayanan pernikahan, pelayanan manasik haji, wakaf dan kegiatan lain bernuansa Islami seperti pelayanan hari besar di luar kegiatan kantor, katanya. Untuk mengatasi itu, lanjut dia, ada upaya merekrut tenaga penyuluh yang berada di lingkungan KUA. Sayangnya, lagi-lagi, terbentur pada pelatihan kepenghuluan. Pemerintah tak menyediakan dana untuk itu. Solusinya, Kemenag punya keinginan memberdayakan tenaga pegawai pembantu pencatat nikah (P3N).Tenaga ini di berbagai daerah dikenal sebagai modin atau amil. Terkait layanan penghulu di Jakarta, khususnya di Kecamatan Makasar, Keramat Jati dan Setia Budi. Ia mengatakan, jumlah tenaga penghulu di Kecamatan Makasar - seperti dijelaskan Kepala KUA setempat, Sularno - dapat ditangani dengan baik. Jumlah tenaga KUA Kecamatan Makasar sebanyak 34 orang, 9 di antaranya tenaga penghulu dan enam orang tenaga penyuluh. Jumlah peristiwa nikah setiap bulan rata-rata 100 sampai 150 pasangan. Jumlah penduduk di kecamatan itu 184.590 jiwa, sebanyak 139.564 jiwa di antaranya beragama Islam. Di Kecamatan Keramat Jati, jumlah penduduk 211.548 jiwa, 181.150 di antaranya beragama Islam. Jumlah pegawai di KUA tersebut 17 orang, 7 di antaranya tenaga penghulu, dua pengawas dan tiga penyuluh, kata Kepala KUA setempat, Eddy Hermanto. Untuk peristiwa pernikahan rata-rata 100 pasangan setiap bulan. Menurut KUA Kecamatan Setia Budi, Amar Hasan, jumlah penduduk di daerah itu sebanyak 121.179 jiwa dengan penduduk Muslim sebanyak 110.442. Jumlah penghulu lima orang. Dengan tenaga penghulu sebanyak itu, warga bisa terlayani dengan baik. Pada kunjungan mendadak ini Machasin juga sempat menyaksikan nikah di balai nikah KUA Keramat Jati. Nikah di KUA dikenakan biaya Rp0 alias gratis dan jika dilakukan di kediaman atau pada hari libur dikenakan biaya Rp600 ribu. Sejak dikenakan biaya gratis nikah di KUA, untuk wilayah Jakarta animonya masih minim. Hanya 10 persen umat Muslim Jakarta nikah di KUA. Selebihnya nikah di kediaman mempelai wanita, atau tempat lainnya pada hari libur, kata Dirjen Bimas Islam itu. Hal itu tak bisa dimungkinkan karena kondisi kantor KUA sempit, kurang perawatan dan tak memiliki lahan parkir. Sekalipun ada lahan parkir, lebih banyak digunakan warga sekitar untuk menaruh kendaraannya. Itu terjadi di KUA Makasar Jakarta, kata Machasin. Di KUA Keramat Jati, tak punya lahan parkir. KUA Setia Budi, kantornya sangat jelek. "Kita tak punya anggaran untuk memperbaiki kantor yang lahannya punya Pemda DKI. Kecuali kantor itu berdiri di atas lahan sendiri," ujar Machasin. Kapan kantor-kantor KUA dapat diperbaiki. Dirjen Bimas Islam tak dapat memastikan hal itu dapat dilakukan. (*/sun)