DPR: Kerja Sama Ekstradisi Indonesia-Singapura Mendesak

id DPR: Kerja Sama Ekstradisi Indonesia-Singapura Mendesak

Jakarta, (Antara) - Pimpinan DPR RI mendesak Pemerintahan Indonesia membuat perjanjian ekstradisi dengan Pemerintah Singapura untuk mengembalikan pelaku korupsi yang bersembunyi di Singapura. "Karena tidak adanya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura sehingga cukup banyak pelaku korupsi di Indonesia yang bersembunyi maupun menyimpan hasil korupsinya di Singapura," kata Wakil Ketua DPR Fadli Zon di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa. Pimpinan DPR mengatakan hal itu pada peringatan Hari Anti Korupsi Internasional pada 9 Desember, hari ini. Menurut Fadli Zon, jika Pemerintah Indonesia membuat perjanjian ekstradisi dengan Pemerintah Singapura untuk memberantas kejahatan korupsi tanpa ada embel-embel perjanjian kerja sama lainnya, maka Pemerintah Indonesia dapat memulangkan pelaku korupsi yang melarikan diri ke Singapuran untuk diproses di Indonesia. Pemerintah Indonesia, kata dia, juga dapat mengembalikan aset atau harta kekayaan hasil kejahatan korupsi di Indonesia yang disimpan di Singapura. "Karena tidak adanya perjanjian ekstradisi, selama ini Singapura menjadi surga bagi para pelaku korupsi di Indonesia untuk bersembunyi," kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini. Pemerintah Indonesia, kata dia, agar membuat perjanjian ekstradisi dengan Pemerintah Singapura sehingga negara tetangga Indonesia itu tidak selamanya menjadi surga bagi pelaku korupsi di Indonesia. Melalui momentum peringatan Hari Anti Korupsi Internasional pada 9 Desember, hari ini, menurut Fadli, parlemen se-Asia Tenggara dapat mendukung kempanye pencegahan korupsi yang dilakukan oleh parlemen dunia, mulai hari ini. Menurut Fadli Zon, South East Asian Parliamentarians Against Corruption (SEAPAC) melakukan penggalang petisi secara online untuk membawa kasus-kasus korupsi utama atau berskala besar agar dapat diadili melalui mekanisme internasional. Salah satu upaya tersebut, kata dia, adalah dengan memperkuat kampanye yang dilakukan Global Parliamentarians for Agains Corruption (GOPAC) untuk menggolongkan kejahatan korupsi utama atau "grand corruption" sebagai kejahatan kemanusiaan. (*/jno)