Titik Panas di Sumatera Cenderung Meningkat

id Titik Panas di Sumatera Cenderung Meningkat

Pekanbaru, (Antara) - Satelit NOAA 18 milik Amerika Serikat yang dioperasikan Singapura pada Jumat (12/9) sore merekam pertumbuhan jumlah titik panas (hotspot) di daratan Pulau Sumatera terus meningkat, dari 225 menjadi 280 titik. Pusat Data dan Informasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau dalam surat elektroniknya yang diterima, Sabtu siang, menyebutkan, ratusan titik panas itu tersebar di sejumlah wilayah provinsi di Sumatera mulai dari Jambi, Sumatera Selatan, Sumatera Utara dan lainnya. Sementara untuk di Provinsi Riau, diwaktu yang sama terekam kemunculan 19 titik panas atau juga meningkat dibandingkan sehari sebelumnya dimana "hotspot" masih sekitar enam titik. Belasan titik panas di Riau itu tersebar di sejumlah wilayah kabupaten meliputi Pelalawan dan Kuantan Singingi masing-masing lima titik dan di Rokan Hilir ada empat titik. Kemudian di Kabupaten Indragiri Hulu terekam ada sebanyak dua "hotspot" dan di Kampar serta Indragiri Hilir dan Bengkalis masing-masing satu titik panas. Sementara itu Satelit Modis Terra dan Aqua pada Jumat (12/9) pukul 17.00 WIB juga merekam pertumbuhan titik panas Riau dari sebelumnya nihil menjadi enam titik berada di Kabupaten Pelalawan tiga titik, Meranti dua titik dan di Rokan Hulu satu titik panas. Kepala Bidang Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo menyatakan, meski di Riau telah terdapat titik panas, namun belum mengakibatkan polusi asap. Sementara itu Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru sebelumnya memprakirakan cuaca di sebagian besar wilayah Riau masih memasuki peralihan atau pancaroba dari kemarau ke hujan. "Kondisi cuaca saat ini masih normal, dimana sebagian besar wilayah Riau masih memasuki masa pancaroba atau peralihan cuaca dari kemarau ke hujan," kata Analis BMKG Stasiun Meteorologi Pekanbaru, Moh Ibnu Amiruddin. Ibnu mengatakan, menurut data, musim pancaroba yang terjadi saat ini menyebabkan cuaca cukup tak menentu, mulai dari suhu udara panas, hingga hujan dengan intensitas ringan-sedang dengan volume yang lebih kecil dibandingkan saat musim hujan. Dia mengatakan, sebelumnya pada Juni hingga Juli, sebagian besar wilayah di Riau mengalami musim kemarau yang rentan terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Namun sejak Agustus hingga September ini, kata dia, Riau memasuki musim pencaroba atau peralihan dari kemarau ke hujan dimana potensi terjadinya kebakaran hutan dan lahan menurun. (*/jno)