KPK: Budaya "Ewuh Pakewuh" Sulitkan Pemberantasan Korupsi

id KPK: Budaya "Ewuh Pakewuh" Sulitkan Pemberantasan Korupsi

KPK: Budaya "Ewuh Pakewuh" Sulitkan Pemberantasan Korupsi

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad. (Antara)

Banjarmasin, (Antara) - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad mengungkapkan budaya "ewuh pakewuh" atau serba tidak enak hati membuat aparat penegak hukum di daerah kesulitan untuk menegakkan keadilan dan pemberantasan korupsi. Abraham, sebelum membuka Pelatihan Bersama Peningkatan Kapasitas Penegak Hukum dalam Penanganan Tindak Pidana Korupsi di Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan, Senin mengatakan aparat penegak hukum di daerah, biasanya memiliki beban psikologis untuk menangani suatu masalah hukum yang melibatkan pejabat daerah. "Di daerah sering ada forum-forum seperti forum koordinasi pemimpin daerah, yang membuat aparat penegak hukum memiliki beban psikologis untuk melakukan penahanan terhadap pejabat yang memiliki kasus, karena sering melakukan koordinasi tersebut," katanya. Sehingga, bila ada kepolisian daerah ataupun kejaksaan, yang memiliki tekanan psikologis untuk menyelesaikan suatu kasus, KPK siap untuk membantu menanganinya, bila memang kasus tersebut diserahkan ke pihaknya. Hal itu, tambah dia, pernah terjadi di Provinsi Jawa Tengah, di mana kepolisian daerah tersebut tidak bisa menyelesaikan kasus yang ditangani karena melibatkan ketua DPRD yang pada saat itu partainya adalah pemenang Pemilu. Setiap kali kasus tersebut digelar, selalu terjadi pengerahan massa besar-besaran, sehingga Polda setempat tidak bisa menuntaskan kasus tersebut, dan akhirnya diserahkan ke KPK. "Akhirnya kasus tersebut selesai dan hingga kini tidak ada masalah," katanya. Dengan demikian, tambah dia, kalau di Kalsel ada penegak hukum yang merasa tidak enak untuk menyelesaikan suatu kasus, KPK siap untuk menerima pelimpahannya. Abraham mencontohkan, seperti kasus dugaan gratifikasi yang melibatkan Wali Kota Banjarmasin Muhidin dan mantan Bupati Tanah Laut Ardiansyah. Menurut dia, meski kasus sudah ditetapkan SP3 dan dinyatakan tidak terbukti terjadi gratifikasi, pihaknya memiliki bukti lengkap untuk kembali mengusut kasus ini. "Ada kemungkinan kasus ini dapat kembali dibuka dengan bukti baru, namun hal tersebut dapat dilakukan, jika Polda melimpahkan kasus ini ke KPK," katanya. Pelatihan bersama peningkatan kapasitas ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas penegak hukum dalam penanganan TPK, karena di beberapa daerah kapasitasnya masih kurang, mungkin karena pemahamannya berbeda," ujar Abraham Samad. Peserta pelatihan tersebut terdiri dari KPK, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kejaksaan Agung dan Kepolisian. Abraham mengatakan, penyeragaman pemahaman antar penegak hukum dengan auditor dalam melindungi menangani TPK sangat penting guna, mensinergikan pemahaman dalam melindungi kekayaan negara. "Oleh karena itu, kami ingin melakukan penyeragaman itu. Lewat pelatihan bersama ini. Kami ingin menyatukan persepsi, pandangan, agar tindak pidana korupsi bisa ditangani lebih efisien," kata Abraham. Senada dengan Abraham, Wakil Jaksa Agung Andi Nirwanto menyambut baik dan mengapresiasi penyelenggaraan pelatihan bersama tersebut, karena menurutnya, TPK bisa terjadi di setiap daerah, sehingga diperlukan sinergitas antarlembaga penegak hukum. (*/jno)