Masyarakat Cenderung Memilih Presiden Berdasarkan Persepsi Personal

id Masyarakat Cenderung Memilih Presiden Berdasarkan Persepsi Personal

Jakarta, (Antara) - Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi mengatakan bahwa masyarakat Indonesia cenderung memilih Presiden berdasarkan persepsi personal mereka terhadap calon Presiden tersebut daripada rekam jejaknya. "Saat ini, masyarakat cenderung memilih berdasarkan persepsi terhadap capres," kata Burhanuddin yang juga menjabat Direktur Eksekutif Indikator politik Indonesia itu dalam Seminar Nasional "Memilih Presiden yang Pro Kelestarian Lingkungan dan HAM" di Jakarta, Rabu. Menurut Burhanuddin, cara yang baik dalam menentukan pilihan terhadap capres-cawapres adalah dengan melihat rekam jejak mereka, dokumen agenda politik yang disusun capres-cawapres serta pendukung yang berada di sekitar mereka. Namun, hal tersebut biasanya dilakukan oleh pemilih yang memiliki pendidikan yang baik. "Kalau janji-janji saja itu siapa pun bisa, yang mudah (untuk memilih) lihat rekam jejaknya. Tetapi itu berlaku untuk pemilih yang pendidikan yang baik sedangkan pemilih kita sekitar 40 persen berpendidikan rendah," jelas Burhanuddin. Berdasarkan catatan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) di awal Mei 2014, jumlah masyarakat yang masih mengambang atau ragu-ragu menentukan calon presiden-calon wakil presiden pilihan mereka masih cukup besar yakni mencapai 40 persen. Survei menunjukkan pemilih lebih banyak dari kalangan perempuan, pendidikan dan ekonomi rendah, serta pedesaan. Dari hasil survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan Jokowi unggul di kelompok pemilih yang lebih mementingkan kriteria jujur/bisa dipercaya/amanah, perhatian pada rakyat, dan mampu memimpin. Sementara Prabowo unggul di kelompok pemilih yang lebih mementingkan kriteria tegas dan berwibawa. Namun, berdasarkan hasil survei Indikator politik Indonesia, lanjutnya, jumlah masyarakat yang menginginkan pemimpin jujur semakin berkurang. Pada tahun 2013 menunjukkan 60 persen masyarakat yang memilih pemimpin jujur namun pada tahun 2014 menjadi 40 persen. Hingga awal Juni 2014, elektabilitas Jokowi masih unggul, namun tren-nya terus menurun sementara lawannya, Prabowo semakin meningkat. Burhanuddin menyebut pemilihan Presiden kali ini sulit diprediksi karena peluang setiap capres-cawapres yakni Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo-Hatta Rajasa sama-sama kuat. "Kadar kompetisi ini sama dengan persaingan antara George W Bush dan Al-Gore pada pemilihan Presiden Amerika Serikat tahun 2000." "Modal elektabilitas Jokowi dibawah 50 persen tidak seperti saat Pilpres tahun 2004 dan 2009 yang mana kita sudah bisa prediksi siapa yang akan menang. Pilpres kali ini peluang 'fifty-fifty' antara Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta," tutur Burhanuddin. (*/jno)