Rumah Budaya Fadli Zon Putar Film Skripsi "Salju"

id Rumah Budaya Fadli Zon Putar Film Skripsi "Salju"

Rumah Budaya Fadli Zon Putar Film Skripsi "Salju"

Diskusi Film "Salju" produsen dengan mahasiswa seni di Rumah Budaya Fadli Zon, Sabtu (31/5) malam

Padang Panjang, (Antara) - Rumah Budaya Fadli Zon di Air Angek, Kabupaten Tanah Datar menayangkan film feature berjudul "Salju" yang ditulis oleh Prof Elma Tetaragic. "Film ini merupakan gabaran dari kehidupan manusia setelah perang dunia kedua di Bosnia," kata produser dari Bosnia Prof Elma Tetaragic di Aia Angek, Sabtu (31/5) malam. Dalam film itu, kata dia, salju merupakan penyelamat dan juga bisa dikatakan menghambat segala aktivitas masyarakat untuk keluar masuk dari desa tersebut. "Terkadang masyarakat tidak bisa keluar masuk desa selama empat bulan. Salju juga menggambarkan keaslian dan tidak bisa berbohong ataupun rekayasa," katanya. Dia mengatakan, film yang ditayang itu juga untuk memberikan inspirasi baru bagi para mahasiswa seni di Indonesia khususnya di Kota Padang Panjang. "Kita berharap film ini bisa memberikan warna baru didunia perfilman di Indonesia ini, sehingga para mahasiswa yang bergelut di bidang seni khususnya film bisa lebih mendalami ataupun mengeksplorasi dari sebuah film Salju tersebut," katanya. Dalam film "Salju" yang berdurasi sekitar dua jam itu digambarkan kehidupan setelah setelah oerang dunia kedua di Bosnia. Masyarakat yang berada di sebuah kampung dengan mayoritas di huni oleh kaum perempuan. Di masa itu kaum laki-laki di Bosnia menjadi sasaran pembunuhan oleh tentara Serbia, sehingga kampung yang jahu dari kota itu hanya dihuni oleh dua orang laki-laki yakni satu orang tua dan satu laki anak-anak. Anak laki-laki yang baru berusia anak-anak ini memiliki rambut panjang ketika tentara Serbia datang, karena ikut menyaksikan pembunuhan massal yang dilakukan oleh tentara Serbia. "Anak kecil itu harus mirip dengan kaum perempuan kebanyakan, karena kalau tidak akan ikut terbunuh," katanya. Pada suatu ketika ada orang dari kota hendak membeli kampung itu, para kaum perempuan itu tidak mau menjualnya, mengingat harus pindah kemana. "Hingga akhirnya niat dari orang kota itu dibuyarkan oleh hujan lebat yang disertai angin kencang dan salju," katanya. Direktur Rumah Budaya Edin Hadzalic mengatakan, tempat itu sudah melakukan pemutaran film beberapa kali untuk menimbulkan kecintaan masyarakata dan mahasiswa terhadap seni perfilman. "Ini untuk yang kesekian kalinya kami menyelenggarakan pemutaran film dari berbagai jenis seperti, film dokumenter, skripsi, dan lainnya," katanya. Selain menyediakan lokasi pemutaran film, rumah budaya juga menimpan banyak benda-benda kuno yang berumur ratusan tahun seperti, keris, lukisan, dan berbagai artefak lainnya. (*/ben)