Pengamat: "Presidential Threshold" Tidak Perlu Terlalu Tinggi

id Pengamat: "Presidential Threshold" Tidak Perlu Terlalu Tinggi

Jakarta, (Antara) - Pengamat politik bidang kepemiluan Titi Anggraini mengatakan persentase ambang batas pencalonan presiden atau "presidential threshold" (PT) tidak perlu dibuat terlalu tinggi supaya masyarakat memiliki banyak pilihan calon pemimpin Negara. "Menurut saya presidential threshold tidak perlu dibuat tinggi-tinggi amat (persentasenya), supaya kita sebagai calon pemilih punya banyak pilihan calon sebagai alternatif," kata Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) itu di Jakarta, Sabtu. Saat ini, pembahasan mengenai diperlukannya revisi UU Pemilihan Presiden (Pilpres) di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI masih buntu. Baleg masih belum memutuskan apakah Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden akan direvisi atau tidak, khususnya terkait persentase ambang batas pencalonan. Terkait akan hal itu, Titi menegaskan kalau lamanya lobi politik di Parlemen Senayan tersebut dikhawatirkan justru dapat membahayakan pembenahan sistem pemilihan umum di Tanah Air. "Kalau pembahasan RUU Pilpres hanya soal presidential threshold, menurut saya itu terlalu mahal dan justru membatasi kontribusi terhadap pembenahan sistem, manajemen maupun penegakan hukum Pemilu," tegasnya. Sebelumnya, Rabu (25/9), Baleg DPR menggelar rapat pleno terkait UU Pilpres tersebut. Dalam rapat itu masih terjadi silang pendapat antarfraksi mengenai perubahan persentase ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden untuk Pemilu 2014, sehingga pleno diputuskan ditunda untuk lobi politik. Empat fraksi yang bersikeras ada pembahasan RUU Pilpres adalah Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). Sedangkan lima fraksi lain menilai UU Pilpres tak perlu diubah, yaitu Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar), Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Dalam UU Nomor 42 Tahun 2008 dijelaskan bahwa pasangan capres dan cawapres harus diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol yang memenuhi perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi di DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR. (*/sun)