Pakar: Presidential Treshold Rendah Tidak Mendidik

id Pakar: Presidential Treshold Rendah Tidak Mendidik

Jakarta, (Antara) - Pakar politik Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Ahmad Norma menilai jumlah ambang batas perolehan suara mengajukan bakal calon presiden atau "presidential treshold" yang rendah tidak mendidik masyarakat dalam demokratisasi yang sedang berjalan di Indonesia. "Usulan Presidential Treshold sebesar 3,5 persen itu tidak mendidik. Saat ini penyakit buruk politik di Indonesia adalah tidak ada komitmen dari para politisi," kata Ahmad di Jakarta, Kamis. Dia juga mengatakan apabila "presidential treshold" rendah akan memunculkan permainan politik. Hal itu menurut dia saat ini muncul fenomena calon pemimpin maju dalam pemilu dibayar oleh calon yang lain untuk memecah suara. "Kita bisa lihat dalam Pemilu kepala daerah, calon dari partai kecil mencalonkan diri walaupun tidak harapan menang. Hal itu karena yang bersangkutan dibayar salah satu kandidat untuk merusak suara kandidat lain," ujarnya. Ahmad mengingatkan bahwa desain demokrasi yang dibentuk di Indonesia adalah untuk meningkatkan nilai "electoral treshold" ("presidential treshold" dan "parlementary treshold") dalam setiap pelaksanaan pemilu. Dia menilai jumlah "electoral treshold" yang ideal diterapkan di Indonesia adalah 10 persen. Hal itu menurut dia akan membatasi jumlah partai politik dan mempermudah pengelompokkannya. Ahmad mencontohkan partai nasionalis kanan ada Demokrat, nasionalis tengah Partai Golkar, dan nasionalis kiri adalah PDI Perjuangan. "Partai-partai berbasis Islam ada tiga jenis modernis, tradisional dan islamis. Lalu ada ultra nasionalis seperti Gerindra dan Hanura," katanya. Sebelumnya Partai Hanura dan PKS mengusulkan angka presidential treshold sebesar 3,5 persen yang nilainya sama dengan "parlementary treshold" yang sudah ditetapkan. Hanura bersikeras pada sikap awalnya yaitu partai yang lolos "parlementary treshold" dapat mengajukan bakal calon presidennya karena sesuai dengan amanat UUD 1945. PKS menilai jumlah tersebut agar memunculkan presiden dan wakil presiden alternatif yang menjadi pilihan masyarakat. "Apabila Presidential Treshold 20-25 persen, terlalu memberatkan rakyat untuk bisa menyampaikan calon alternatif. Namun harus ada ambang batas karena itu PKS setuju apabila "presidential treshold" jumlahnya sama dengan "parlementery treshold" yaitu 3,5 persen," kata Ketua Fraksi PKS di DPR Hidayat Nur Wahid kepada Antara di Jakarta, Selasa (24/9). Dia mengatakan hal itu cukup beralasan karena berdasarkan hasil beberapa survei lembaga menunjukkan tidak ada partai politik yang memperoleh suara sebesar 20 persen. Di sisi lain, menurut dia, banyak bakal calon presiden tidak mendapat respons positif dari masyarakat dan persentase perolehan suaranya sangat rendah. (*/sun)