Stabilitas Polhukam Terjaga Baik, kata Menko Polhukam

id Wiranto

Stabilitas Polhukam Terjaga Baik, kata Menko Polhukam

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM Wiranto. (ANTARA FOTO/Suwandy)

Jakarta, (Antara Sumbar) - Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto, menjelaskan, dalam tiga tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla stabilitas politik, hukum dan keamanan, dalam kondisi sangat baik.

"Untuk bisa membangun perlu ada stabilitas, politik, keamanan, dan hukum. Secara umum, tiga tahun ini, stabilitas cukup baik," tegas Wiranto saat Diskusi Media Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) dengan tema 'Negara Hadir Mewujudkan Rasa Aman Melalui Perwujudan Stabilitas Politik dan Keamanan, Keadilan Hukum, dan Pemajuan Kebudayaan', di Gedung Bina Graha, Kantor Staf Presiden (KSP), Jakarta, Kamis.

Menurut Wiranto, stabilitas merupakan dasar bagi pemerintah untuk melakukan pembangunan dan pada ujungnya untuk menyejahterakan dan memberi keadilan bagi masyarakat.

Ia menyebutkan, meski indeks demokrasi Indonesia mengalami penurunan, namun stabilitas polhukam masih terjaga dengan baik.

Menurut dia, maraknya informasi hoaks juga menyebabkan stabilitas polhukam sedikit terganggu dan berdampak terhadap kinerja pemerintah.

Oleh karena itu, pemerintah berencana mengambil tindakan tegas untuk melawan pihak-pihak yang sering membiaskan informasi soal pemerintah, sehingga informasi yang disampaikan kepada masyarakat bisa akurat.

"Hasilnya di masyarakat sudah beda dengan realitas yang ada. Kita akan buat satu integrasi media sosial. Sehingga, apa yang dilakukan pemerintah, masyarakat bisa menginformasikan dengan benar, tidak dimanipulasi oleh siapa pun," katanya.

Dalam kesempatan itu, Wiranto juga menyampaikan untuk mengatasi ancaman siber (dunia maya), pihaknya membentuk Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang akan aktif pada akhir tahun ini.

"Kita perlu membangun suatu ketahanan dan pertahanan dari serangan siber," tuturnya.

Penguatan di bidang siber penting menurutnya, karena di Indonesia, penangannya belum terintegrasi, sehingga tidak maksimal.

Sementara itu, ancaman moderen yang ada terhadap kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), antara lain adalah ancaman siber.

"Serangan sekarang bukan lagi serangan tradisional berbentuk militer, tapi sudah menjadi serangan siber, yang sudah seperti terorisme, yang tidak mengenal batas wilayah dan negara, dan tidak tunduk pada aturan tertentu," ujarnya. (*)