Wapres: Tak Perlu Bentuk Densus Tipikor, Maksimalkan Kinerja KPK

id JUSUF KALLA

Wapres: Tak Perlu Bentuk Densus Tipikor, Maksimalkan Kinerja KPK

Wapres Jusuf Kalla. (ANTARA FOTO/AACC2015/Fanny Octavianus)

Jakarta, (Antara Sumbar) - Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai tidak perlu dibentuk Densus Tipikor tapi cukup memaksimalkan kerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kepolisian dan kejaksaan.

"Jadi cukup biar KPK dulu, toh sebenarnya polisi, kejaksaan juga masih bisa menjalankan tugas. Tidak berarti perlu ada tim baru untuk melakukan itu, tim yang ada sekarang juga bisa. Difokuskan dulu KPK, dan KPK dibantu sambil bekerja secara baik," kata Wapres di kantornya di Jakarta, Selasa.

Lebih lanjut Wapres mengatakan, dalam pemberantasan korupsi perlu hati-hati dan jangan sampai isu tersebut menakutkan para pejabat untuk membuat kebijakan.

Karena menurut Wapres, salah satu yang memperlambat proses pembangunan disamping proses birokrasi yang panjang juga ketakutan pengambilan keputusan.

Wapres juga mengatakan pemberantasan korupsi jangan hanya menyapu dan basmi sehingga memunculkan ketakutan sehingga tidak bisa membangun, tapi juga harus menjaga objektivitas.

Sebelumnya, Polri mengajukan anggaran kinerja Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi senilai Rp2,6 triliun dan meminta Komisi III DPR mendukung pengajuan anggaran tersebut karena merupakan kebutuhan dalam pembentukan unit khusus tersebut.

"Anggaran Densus Tipikor sudah dihitung, pada rapat sebelumnya sudah disampaikan perlu dipikirkan tentang satu penggajian kepada para anggota agar sama dengan di KPK," kata Kapolri Jenderal Tito Karnavian dalam Rapat Kerja Komisi III DPR, di Gedung Nusantara III, Jakarta, Kamis.

Dia mengatakan Polri juga telah menghitung anggaran untuk penyelidikan dan penyidikan dengan menggunakan sistem index dan sistem "ad cost", yang merupakan pengkajian yang dilakukan KPK yang bisa diterapkan Densus Tipikor.

Tito menjelaskan anggaran untuk belanja pegawai sebanyak 3.560 personel mencapai Rp786 miliar, belanja barang untuk operasional penyelidikan dan penyidikan senilai Rp359 miliar.

"Lalu belanja modal sebesar Rp1,55 triliun termasuk membuat sistem dan kantor serta pengadaan alat penyelidikan, penyidikan, pengawasan. Karena itu setelah ditotal mencapai Rp2,6 triliun," ujarnya. (*)