Cegah Radikalisme Lewat Didikan Subuh dan Pesantren Ramadhan

id pesantren ramadhan

Cegah Radikalisme Lewat Didikan Subuh dan Pesantren Ramadhan

Wali Kota Padang periode 2004-2014 membaca asmaul husna bersama peserta Pesantren Ramadhan. Foto Antara Sumbar/Maril Gafur

Padang, (Antara Sumbar) - Tepat pukul 04.40 WIB lantunan azan subuh memecah kesunyian dini hari saat dua bocah berseragam putih Abil dan Amelia bersiap berangkat ke Masjid Aljihad mengikuti kegiatan rutin mereka di Minggu pagi yaitu Didikan Subuh.

Seakan tanpa dikomando, dua pelajar sekolah dasar di Kota Padang itu langsung terbangun saat mendengar lantunan merdu suara muadzin dari pengeras suara yang memanggil-manggil kaum muslimin melaksanakan shalat Subuh.

Udara pagi yang cukup dingin tidak menyurutkan langkah mereka bergegas menuju masjid yang hanya berjarak sekitar 300 meter dari rumah.

Tiba di gerbang suasana riuh rendah karena kegembiraan para bocah berjumpa dengan teman-teman lainnya yang juga bersiap untuk kebolehan mengikuti Didikan Subuh.

Tak lama berselang usai salat Subuh ditunaikan acara pun dimulai. Puluhan pelajar Taman Pendidikan Quran Masjid Aljihad Kelurahan Indarung, Padang duduk dengan rapi dan siap melaksanakan didikan subuh.

Datanglah ke Padang pada hari Minggu, maka selepas Subuh dari speaker masjid dan mushala akan terdengar sahut bersahut para pelajar bersemangat memperagakan praktik ibadah mulai dari azan, shalat, membaca Al Quran, berpidato hingga mendendangkan hiburan islami.

Mereka dibimbing langsung oleh guru-guru TPQ, memperagakan kebolehan dihadapan seluruh peserta. Tak lupa acaranya puncaknya adalah tausiyah dari guru.

Biasanya para guru akan memasukan beragam pesan dalam tausiyah mulai dari akhlak seorang muslim, ibadah, sejarah Islam, hingga motivasi untuk belajar dengan rajin.

Ternyata kegiatan Didikan Subuh telah berlangsung di Sumatera Barat sejak 1962. Menurut Ketua Dewan Dakwah Islamiyah (DDI) Sumbar Badrul Mustafa Didikan Subuh digagas oleh dua orang tokoh, yakni Mardin Khatib dan Yunizar Paraman bermula di masjid Istiqamah Jalan Kota Padang pada 1962.

Tidak lama setelah dimulai di masjid itu, kegiatan ini cepat berkembang di seluruh Kota Padang bahkan dilaksanakan hampir seluruh kota dan kabupaten di wilayah Sumatera Barat, ujarnya.

Kegiatan Didikan Subuh dinilai efektif untuk melatih para pelajar terampil dalam praktik ibadah hingga keberanian tampil di muka umum.

Tak hanya itu melalui kultum yang diberikan para guru pesan-pesan tentang akhlak seorang muslim termasuk membentengi para santri tentang aqidah dan cara menjalankan keseharian sebagai seorang muslim yang baik dan benar.

Menurut Badrul melalui Didikan Subuh rata-rata anak-anak di Padang paham agama, paham cara shalat dan ibadah lain cara berdzikir, berdoa dan mengucapkan kalimat thayyibah.

"Saya yakin anak-anak di Sumbar tidak ada yang tidak mampu untuk mengucapkan dan menjawab salam secara lengkap. Saya yakin tidak akan ada anak-anak di Sumbar yang salah mengucapkan kalimat syahadat," katanya.

Ia menceritakan selama mengikuti didikan subuh waktu SD dan SMP dulu ada sebagian teman yang nakal sehingga sering ditegur/dimarahi ustadz/ustadzah.

"Tapi alhamdulillah, setelah dewasa dan berkeluarga, semangat agamanya muncul. Barangkali apa-apa yang diterimanya selama didikan subuh, yang selama ini mengendap, muncul kembali," katanya.

Kini kegiatan Didikan Subuh mendapatkan dukungan penuh dari Pemerintah Kota Padang. Untuk 2017 secara resmi Pemkot Padang mencanangkan program Didikan Subuh dan Wirid Remaja pada 6 Maret 2017.

Menurut Wali Kota Padang Mahyeldi Wirid remaja dan didikan Subuh ini diwajibkan untuk meningkatkan kualitas dan kecerdasan anak didik yang berakhlakul karimah, serta menambah porsi pelajaran ilmu agama yang didapat di sekolah.

Kehadiran seorang pelajar dalam Didikan Subuh juga menjadi salah satu poin peniliaian dalam mata pelajaran agama di sekolah karena mereka diharuskan memperoleh sertifikat Didikan Subuh di akhir semester.

Pesantren Ramadhan

Berawal dari kegelisahan Wali Kota Padang periode 2004-2009 Fauzi Bahar yang prihatin melihat kondisi remaja yang ada maka pihaknya menggagas kegiatan Pesantren Ramadhan yang wajib diikuti seluruh pelajar mulai dari tingkat SD sampai SMA selama bulan puasa.

Waktu itu setiap kali berkunjung ke Lembaga Pemasyarakatan Fauzi menemukan banyak generasi muda yang terlibat narkoba hingga tawuran.

Akhirnya ia mulai memikirkan formulasi yang tepat menekan keterlibatan para remaja dengan narkoba, tawuran dan kenakalan remaja.

Jika sebelumnya selama Ramadhan tetap belajar seperti biasa maka ia mewajibkan seluruh pelajar melaksanakan Pesantresn Ramadhan di masjid dan mushala di dekat rumah selama Ramadhan.

Kegiatan yang dimulai sejak Subuh dan rampung setelah selesai tarawih tersebut memadukan ceramah agama, praktek ibadah hingga sosialisasi tentang bahaya narkoba hingga radikalisme.

Pertama kali dicanangkan pada 2004 kini Pesantren Ramadhan di Padang sudah dilaksanakan selama 12 tahun. Dalam pelaksanaan Pemkot Padang menyiapkan materi dengan detail hingga melatih para instruktur.

Dalam satu hari pesantren dilaksanakan tiga sesi yaitu untuk pelajar SMA mulai dari Subuh sampai pukul 10.00 WIB, pelajar SD dari pukul 10.00 WIB sampai pukul 13.00 WIB dan pelajar SMP dari pukul 13.00 WIB sampai pukul 16.00 WIB. Peserta juga diwajibkan mengikuti shalat fardu berjamaah dan tadarus Al Quran

Pelaksanaan Didikan Subuh dan Pesantren Ramadhan dinilai efektif membentuk karakter dan membentengi diri terjerumus kepada pemahaman radikal.

Kepala Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Suhardi Alius saat Pembukaan Pelatihan Duta Damai Dunia Maya 2017 di Padang mengatakan selama ini yang menjadi target cuci pemikiran kelompok teroris adalah anak muda yang masih labil dan mencari jati diri.

"Anak muda tersebut kemudian diprovokasi dengan ajaran yang tidak sesuai dan itu mudah sekali," katanya.

Menurutnya saat ini tidak ada satu pun provinsi, kota dan kabupaten yang steril dari terorisme dan paham tersebut bisa masuk lewat mana saja.

Ia mengakui di Sumbar tidak terlalu banyak mereka yang terlibat terorisme karena masyarakatnya punya daya tahan namun harus berupaya ditekan jumlahnya.

"Artinya ini menjadi tugas dan tanggung jawab semua pihak melakukan langkah-langkah pencegahan," katanya.

Ia menyebutkan hingga saat ini secara nasional ada 1.200 orang yang telah ditangkap karena terlibat terorisme.

Namun dengan kehadiran teknologi informasi muncul pola baru yaitu belajar di dunia maya yang tidak terstruktur, katanya.

Ia mengatakan jika anak muda tidak punya kematangan yang cukup dalam mengelola kejiwaan maka mudah dipengaruhi.

Pada sisi lain ia mengatakan untuk menjadi radikal tidak bisa serta merta karena ada tahapan yang dilalui.

" Cirinya suka menyendiri, suka membuat kelompok ekslusif yang tidak boleh dimasuki orang lain maka keluarga harus ambil alih," katanya.

Begitu ada hal yang tidak lazim maka pemangku adat harus ambil peran dan melakukan deteksi, lanjut dia.

Sementara Gubernur Sumbar Irwan Prayitno mengatakan belasan warga Sumbar yang terlibat terorisme kejadiannya tidak di daerah ini.

" Artinya itu adalah orang Minang yang ada di luar," ujarnya.

Ia mengatakan sebagai antisipasi di Sumbar sistem budaya dan kekerabatan dapat mengatasinya dengan memperkuat peran pemangku adat.

"Kalau ada yang aneh di Sumbar pasti ketahuan, jadi susah di Sumbar, kalau di luar beda tidak ada yang mengawasi," ujarnya.