PBB Kritisi Moratorium Pengiriman TKI ke Timteng

id TKI

PBB Kritisi Moratorium Pengiriman TKI ke Timteng

Ilustarsi. (ANTARA FOTO/M Rusman)

Jakarta, (Antara Sumbar) - Komite Pekerja Migran PBB mengkritisi moratorium pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Timur Tengah (Timteng) karena dinilai diskriminatif terhadap pekerja perempuan.

"Artinya pemerintah Indonesia dianggap menghalang-halangi pekerja perempuan untuk pergi ke Arab Saudi. Mereka juga menyebut moratorium ini justru menempatkan pekerja kita dalam posisi yang lebih berisiko karena mereka tahu bahwa pengiriman TKI kan tetap berlangsung secara ilegal," kata Sekretaris Utama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Hermono dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.

Berdasarkan data imigrasi, sejak pemberlakukan moratorium tersebut diperluas ke 19 negara Timur Tengah pada Mei 2015, rata-rata setiap bulan sekitar 2.600 TKI berangkat secara ilegal, mayoritas menuju Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.

Karena berbagai pertimbangan tersebut, Komite PBB dalam dialog dengan perwakilan pemerintah dan masyarakat sipil Indonesia di Jenewa, awal September lalu, meminta pemerintah mencabut moratorium tersebut.

Pemerintah Indonesia saat ini sedang mencari model penempatan TKI yang dapat menjamin perlindungan terhadap pekerja perempuan dan akan dibahas dalam pertemuan Migrant Forum di Riyadh, Arab Saudi, pada 18-19 Oktober 2017.

Beberapa aspek perlindungan yang akan didiskusikan mencakup pendataan dan imigrasi, pelembagaan majikan, serta besaran gaji.

"Dalam forum tersebut nanti akan kami sampaikan berbagai usulan dari pemerintah Indonesia ke pihak Saudi. Kalau pemerintah Saudi tidak mau menyanggupi persyaratan dari kami ya sudah. Kita kan harus memperjuangkan kepentingan pekerja migran," tutur Hermono.

Salah satu model tata kelola yang diusulkan Indonesia yakni Saudi dilarang mengeluarkan visa kepada TKI yang tidak ada dalam data resmi pemerintah Indonesia.

"Kita minta ada satu channel pengiriman TKI yang resmi, government to government channel. Kalau sekarang kan semua orang dilayani, dengan sistem visa blok itu misalnya bisa untuk 100 atau 200 orang sekaligus," kata Hermono.

Selama pemerintah Indonesia dan Arab Saudi belum menemukan model lebih baik untuk penempatan TKI, ia menegaskan bahwa moratorium tidak akan dicabut untuk mengurangi potensi persoalan yang dihadapi TKI di luar negeri.

"Yang sekarang banyak terjadi justru gaji tidak dibayar, mereka kerja di banyak tempat, karena kita tidak punya kontrol. Kita baru tahu setelah ada kasus. Ini yang sebenarnya dilihat sebagai lebih berisiko karena kita tidak melakukan pengawalan dan persiapan terhadap mereka yang pergi ke Timur Tengah sebagai asisten rumah tangga," kata dia.

Di sisi lain, menurut Hermono, pemerintah Saudi juga menghadapi tekanan dari masyarakatnya karena kebutuhan akan tenaga kerja asing di sektor informal khususnya asisten rumah tangga, sangat tinggi. (*)