DPRD Ngawi Belajar Buat Perda Pariwisata di Agam

id Pariwisata Agam

Lubukbasung, (Antara Sumbar) - DPRD Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, belajar membuat Peraturan Daerah (Perda) tentang rencana induk pembangunan pariwisata daerah dan kawasan peruntukan industri ke Agam, Sumatera Barat.

Ketua Pansus III DPRD Ngawi, Siswanto di Lubukbasung, Selasa menyebutkan, kedatangan rombongan yang berjumlah 27 orang tersebut dalam rangka mempelajari tentang rencana induk pembangunan pariwisata daerah dan kawasan peruntukan industri di Agam.

"Salah satu jadi pertimbangan kami memilih Agam, karena sama-sama daerah agraris yang sebagian besar daerah pertanian dan Ngawi mencoba untuk mengembangkan pariwisata," katanya.

Dari sisi pariwisata, Ngawi juga memiliki Waduk Pondok dan Waduk Sanggiran. Sementara di Agam juga memiliki Danau Maninjau.

Saat ini, Agam sudah memiliki Perda tentang pengelolaan pariwisata. Untuk itu, sebutnya DPRD Ngawi melakukan studi banding ke Agam dalam menyusun perda tersebut.

Selama ini, perhatian pemerintah hanya pada bidang pertanian. Setelah dilihat, potensi pariwisata bisa di kembangkan di Ngawi dan bisa menjadi pendapatan asli daerah (PAD).

Dengan adanya perda tersebut, bisa menambah PAD Ngawi karena selama ini PAD dari pariwisata hanya sekitar 20 persen dari total PAD sebesar Rp316 miliar, ujarnya.

"Pada tahun ini APBD Ngawi sekitar Rp2,4 triliun," kata anggota fraksi PKS.

Sementara itu, Sekretaris DPRD Agam, Jetson yang menyambut kunjungan tersebut menyebutkan dalam mengembangkan pariwisata harus memberdayakan potensi masyarakat lokal, karena mereka yang lebih mengerti dalam mengelola pariwisata di daerah mereka dari pada pemerintah kabupaten.

"Berikan kewenangan kepada kepala desa karena mereka yang mengerti tentang potensi wilayah mereka," ujarnya.

Dalam pengembangan wisata tidak begitu sulit, apabila dikembalikan kepada desa atau nagari karena mereka memiliki dana desa dalam membangun pariwisata, tambahnya.

Sementara kabupaten hanya mengawasi dan mengendalikan kalau ada hal-hal sifatnya yang lebih luas efeknya. Nagari boleh membuang peraturan nagari tentang tarif masuk ke objek wisata itu, tetapi daerah harus memberikan batasan.

Boleh saja mereka berkreasi, tapi tetap dalam koridor yang ada mengingat setiap nagari memiliki aturan tersendiri," katanya. (*)