Menteri PUPR Minta Dirjen Awasi Monopoli Proyek Infrastruktur Nasional

id Basuki Hadimuljono

Menteri PUPR Minta Dirjen Awasi Monopoli Proyek Infrastruktur Nasional

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono (Antara)

Jakarta, (Antara Sumbar) - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono akan meminta para eselon I di jajarannya untuk mengamati dan mengawasi dugaan tren Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memonopoli pekerjaan di proyek infrastruktur nasional.

"Ya ini mestinya tidak boleh terjadi. Nanti saya minta para dirjen awasi dan amati hal ini. BUMN itu tak layak garap proyek-proyek kecil. Ini yang mungkin dilakukan oleh anak cucu usaha BUMN tersebut," kata Basuki kepada pers di Jakart, Jumat.

Sebelumnya, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) menilai saat ini ada tren Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memonopoli pekerjaan di proyek infrastruktur nasional.

"Contoh untuk proyek jalan tol, kalau pekerjaan penyediaan batu dan besinya serta pasirnya dikerjakan oleh anak usaha dan cucu BUMN, apa itu tidak monopoli?" kata Ketua Umum HIPMI Bahlil Dahalia usai menghadiri Kelompok Fokus Diskusi PB NU "Mendorong Peran Swasta Untuk Lebih Partisipatif Dalam Pembangunan Infrastruktur".

Menurut dia, konteks monopoli dalam hal ini adalah bila bagian pekerjaan dengan angka tertentu seharusnya bisa diserahkan kepada pengusaha nasional, itu harus diserahkan ke pengusaha lainnya.

"Kita setuju ada penguatan BUMN untuk pekerjaan-pekerjaan besar. Kalau yang kecil kecil juga untuk BUMN, lalu di mana peran swasta nasional," ucapnya.

Menurut Basuki, sejumlah BUMN Karya seperti Waskita selalu mengerjakan proyek-proyek di atas Rp300 miliar. "Kalau yang kecil-kecil. Ini yang mungkin masih dikerjakan anak usaha mereka. Ini ke depan mestinya tidak lagi," katanya.

Oleh karena itu, Basuki mendukung jika untuk hal itu diperlukan sebuah peraturan presiden. "Kalau saya regulasi, takutnya nanti bertentangan dengan Keputusan Presiden," katanya.

Pelintir BUMN

Sebelumnya, Bahlil, menyebutkan pekerjaan infrastruktur pemerintah yang harusnya bisa dikerjakan oleh pengusaha nasional yang layak dengan nilai pekerjaan Rp100-200 miliar, seharusnya diserahkan ke mereka.

"Tujuan BUMN dibuat setelah merdeka kan antara lain untuk mempercepat pembangunan ekonomi dan merekrut tenaga kerja. Bukan malah mematikan pengusaha nasional," ujarnya.

Selain itu, tegasnya, BUMN dibuat bukan untuk membuat profit sebesar-besarnya. "Jadi beda. Jangan filosofi dasar lahirnya BUMN dipelintir," imbuhnya.

Oleh karena itu, dia mendesak kepada pemerintah agar segera mengeluarkan Peraturan Presiden yang mengatur dan membatasi mana wilayah pekerjaan infrastruktur yang bisa dilakukan oleh BUMN dan mana yang tidak.

"Kerja sama antar-BUMN juga itu kalau bisa juga memberikan ruang bagi pengusaha di daerah agar menjadi subyek dan obyek pembangunan ekonomi agar mereka ikut memiliki infrastruktur," tuturnya.

Saat menyampaikan paparan dalam diskusi itu, Bahlil malah menyebutkan tren penyerapan tenaga kerja dari pembangunan infrastruktur sejak 2013-2016 malah menurun.

"Ini aneh karena pada 2013 mampu menyerap hingga 200 ribu tenaga kerja, tetapi pada 2016 tidak sampai 110 ribu tenaga kerja pada setiap satu persen pertumbuhan," ungkap Bahlil.

Sementara data yang disampaikan pengamat ekonomi Universitas Indonesia Athor Subroto menyebutkan, data Bank Dunia ternyata peran swasta pada proyek infrastruktur di Indonesia hanya dua persen.

"Dibanding beberapa negara ASEAN sangat jauh, misalnya Filipina yang mencapai hingga 44 persen," kata Athor. (*)