Kejaksaan Tetapkan Dua Tersangka Kasus Mobil Dinas Sebagai Tahanan Kota

id Tersangka Mobil Dinas

Kejaksaan Tetapkan Dua Tersangka Kasus Mobil Dinas Sebagai Tahanan Kota

Salah seorang tersangka kasus mobil dinas bupati dan wakil bupati Pasaman Barat tahun anggaran 2010 dengan pagu dana Rp1,4 miliar inisial 'V' usai diperiksa di Kejaksanan Negeri Pasaman Barat, Kamis (7/9). Kejaksaan melakukan penahanan kota terhadap dua orang tersangka V dan A pada kasus itu. (Antara Sumbar/Altas Maulana)

Simpang Empat, (Antara Sumbar) - Kejaksaan Negeri Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat (Sumbar) melakukan penahanan kota terhadap dua orang tersangka rekanan kasus mobil dinas bupati dan wakil bupati Pasaman Barat tahun anggaran 2010 dengan pagu dana Rp1,4 miliar, Kamis.

Kedua tersangka itu berinisial V (55) dan S (53) selaku rekanan pengadaan mobil dinas bupati dan wakil bupati yang sebelumnya sudah ditetapkan sebagai tersangka.

"Awalnya direncanakan kedua tersangka akan dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Padang namun dari hasil pemeriksaan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jambak maka sesuai saran dokter yang memeriksa kesehatan keduanya tidak memungkinkan dilakukan penahanan," kata Pelaksana Harian (Plh) Kepala Kejaksaan Negeri Pasaman Barat, Limra Mesdi didampingi Kepala Seksi Pidana Khusus, Akfa Wismen di Simpang Empat, Kamis.

Ia mengatakan dari hasil pemeriksaan dokter tersangka V mengalami sakit kornea mata setelah operasi dan butuh pemulihan. Sedangkan tersangka A mengalami sakit vertigo atau kepala.

"Berdasarkan hasil dokter itu maka kami memutuskan kedua tersangka tidak ditahan dalam sel tetapi dilakukan penahanan kota selama 20 hari dengan wajib lapor. Namun tidak menghambat proses," katanya.

Ia menyebutkan kedua tersnagka dikenakan pasal 2 ayat 1 jo pasal 3 jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara.

"Perbuatan tersangka menyebabkan negara mengalami kerugian Rp276 juta berdasarkan audit BPKP Sumbar. Para tersangka juga telah menitipkan Rp100 juta untuk pengganti kerugian negara," katanya.

Menurutnya kasus ini merupakan pengembangan dan pendalaman terhadap perkara atas nama terdakwa Hendri Tanjung sebagai Kepala Bagian Umum Sekretariat Pemkab Pasaman Barat.

"Kami tegaskan dalam kasus ini tidak tertutup kemungkinan ada tersangka baru. Tentu kalau ada bukti baru ada keterlibatan yang lain maka akan ditindaklanjuti," tegas Kepala Seksi Pidana Khusus, Akfa Wismen.

Sementara Penasehat Hukum kedua tersangka, Abdul Hamid mengatakan kliennya akan kooperatif mengikuti prosedur pemeriksaan yang ada.

"Memang hasil pemeriksaan dokter kondisi kesehatan keduanya tidak memungkinkan untuk dilakukan penahanan. Kami menerima dengan penahanan kota ini dan akan menunggu jadwal sidang," katanya.

Ia menegaskan dari hasil keterangan kedua tersangka maka akan ada nama-nama pelaku lain yang terlibat di dalamnya. Baik keterlibatan sebagai pejabat yang terkait maupun pihak yang menerima uang dari pengadaan mobil itu.

"Saya tegaskan kedua tersangka akan membukanya saat sidang pengadilan nantinya dengan bukti yang cukup kuat. Kedua tersangka tidak ingin menangung sendiri dan akan blak-blakan di pengadilan," tegasnya.

Sesuai berita sebelumnya, terkait kasus ini penyidik Kejaksaan Negeri Pasaman Barat menetapkan Kepala Bappeda Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat Hendri Tanjung sebagai tersangka.

Saat kasus ini muncul, Hendri Tanjung yang menjabat Kabag Umum Setdakab Pasaman Barat disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Dalam beberapa persidangan terungkap bahwa proses pengadaan itu tidak sesuai dengan aturan.

Pertama, proses perubahan anggaran dari pengadaan yang seharusnya untuk dua mobil dinas bupati dan wakil bupati itu tidak melalui mekanisme yang ada.

Perubahan jumlah pengadaan itu seharusnya melalui mekanisme perubahan anggaran di DPRD setempat. Namun kenyatannya cuma melalui telaah staf.

Setelah diumumkan tender lelang pertama dan kedua yang gagal maka kuasa anggaran dalam hal ini terdakwa Hendri Tanjung, membuat telaah staf ke pimpinan tertinggi bupati.

Anehnya saat itu pimpinan setuju dengan perubahan dari pengadaan dua mobil menjadi satu mobil. Seharusnya terdakwa tidak menerima begitu saja karena mekanismenya harus perubahan anggaran di DPRD.

Kedua, yang terungkap adalah setelah tender pertama dan kedua gagal maka terdakwa melakukan penunjukan langsung (PL) kepada perusahaan PT Baladewa Indonesia.

Padahal, dalam Kepres 8 tahun 2003 pasal 58 sudah jelas bahwa yang bisa ditunjuk mengerjakan kegiatan melalui PL adalah perusahaan yang ikut mendaftar pada tender pertama dan kedua.

Sementara PT Baladewa ini tidak ikut mendaftar dan tiba-tiba langsung ditunjuk mengerjakan pengadaan itu.

Ketiga yang terungkap adalah, mobil merk Prado itu tidak dijual di pasaran karena merupakan jenis bild up.

Pihak penyedia Interkom dan Auto 2000 mengaku tidak pernah menjual dan mengeluarkan kuitansi jual beli karena mereka tidak berhak menjual mobil merk itu dan bolehnya hanya di agen tunggal pemegang merk.

Dari hasil peneriksaan yang terungkap dipersidangan pembelian mobil itu melalui banyak agen.

Pertama dari perusahaa Multi Sentra yang merupakan importir dari Jepang. Setelah itu dijual ke perusahaan Deka Jaya Motor di Jakarta. Selanjutnya baru ke perusahaan di Padang CV Cahaya Mobilindo dan CV Makna Motor.

Setelah di Padang, mobil itu dibeli oleh PT Baladewa melalui tersangka A seolah-olah jenis mobil itu TS Limited. Padahal pengakuan saksi dan bukti mobil itu berjenis standar. (*)