Agustus, Sumbar Alami Deflasi 0,28 Persen

id Bank Indonesia

Agustus, Sumbar Alami Deflasi 0,28 Persen

Bank Indonesia. ( FOTO ANTARA)

Padang, (Antara Sumbar) - Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sumatera Barat mencatat provinsi itu mengalami deflasi sebesar 0,28 persen selama Agustus 2017 setelah Juli 2017 mengalami inflasi sebesar 0,48 persen.

"Laju deflasi bulanan Sumbar selama Agustus 2017 merupakan yang terdalam ke-13 di antara 22 provinsi yang mengalami deflasi secara nasional," kata Kepala BI Perwakilan Sumbar Endy Dwi Tjahjono di Padang, Selasa.

Menurut dia, pergerakan harga Sumbar disumbang oleh Kota Padang yang mencatat deflasi 0,36 persen dan Bukittinggi yang mencatat inflasi 0,28 persen.

"Inflasi bulanan Sumbar disumbang oleh kenaikan harga kelompok bahan pangan bergejolak dan kelompok inti," ujarnya.

Pada kelompok pangan bergejolak disumbang oleh kenaikan cabai merah, daging ayam ras, kangkung, dan telur ayam ras.

Ia mengatakan bahwa kenaikan harga cabai merah disebabkan oleh meningkatnya harga cabai lokal dan cabai Jawa di Padang dan Bukittinggi akibat berkurangnya hasil panen cabai merah di sentra produksi.

Sementara itu, kenaikan harga daging ayam ras dan telur ayam ras disinyalir berasal dari kenaikan harga di tingkat distributor yang memanfaatkan momen menjelang hari raya Idul Adha, katanya.

Bertolak belakang dengan dua kelompok tersebut, kelompok barang yang diatur pemerintah mengalami deflasi bulanan secara signifikan sebesar 2,35 persen dari sebelumnya inflasi sebesar 2,25 persen.

Deflasi kelompok administered price disumbang oleh turunnya harga tiket pesawat sebesar 0,54 persen dan tarif angkutan antarkota 0,01 persen, ujarnya.

Ia mengatakan bahwa turunnya harga tiket pesawat sebagai dampak normalisasi harga karena turunnya permintaan seiring dengan berakhirnya arus balik setelah Idulfitri.

"Berakhirnya arus balik juga berdampak pada penurunan tarif angkutan antarkota, khususnya dari Kota Padang. Penurunan harga lanjutan kelompok ini tertahan dengan kenaikan harga rokok kretek filter dengan andil inflasi sebesar 0,01 persen," ujarnya.

BI memperkirakan tekanan inflasi ke depan cukup rendah yang bersumber dari kelompok bahan pangan bergejolak, khususnya cabai merah karena terbatasnya hasil panen dari sentra produksi disertai risiko gangguan cuaca.

Apalagi, BMKG memperkirakan curah hujan pada bulan September 2017 cenderung tinggi di wilayah barat Sumbar dengan sifat hujan berkisar pada tingkat normal hingga di atas normal.

"Prakiraan cuaca tersebut akan mengganggu penjemuran gabah sehingga berpotensi terganggunya pasokan beras, terganggunya panen cabai merah akibat kebusukan dan hama serta terganggunya kegiatan nelayan dalam menangkap ikan di laut," ujarnya.

Untuk mengendalikan inflasi, Tim Pengendalian Inflasi Daerah Provinsi Sumatera Barat akan mengoptimalkan penggunaan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) dalam melakukan pemantauan harga harian.

PIHPS dapat diakses melalui web dengan alamat http://hargapangan.id atau melalui aplikasi mobile berbasis Android dan iOS dengan nama Harga Pangan (PIHPS Nasional).

"Aplikasi tersebut berisi informasi harga terkini komoditas pangan strategis di tingkat pasar di beberapa kota di Indonesia yang pengkiniannya dilakukan secara harian," katanya.

Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar mengatakan bahwa cabai merah dan tarif pulsa telepon seluler menjadi dua komoditas pemicu inflasi di Kota Padang pada bulan Agustus 2017.

"Meskipun secara umum terjadi penurunan harga komoditas pada bulan Agustus 2017 ditandai dengan terjadinya deflasi sebesar 0,36 persen, cabai dan pulsa menjadi dua komoditas penyumbang inflasi tertinggi dengan andil 0,14 persen dan 0,06 persen ," kata Kepala BPS Sumbar Sukardi.

Menurut dia, untuk kenaikan tarif pulsa diperoleh langsung dari provider yang tidak hanya terpaku pada biaya percakapan. Namun, dalam bentuk pengiriman pesan seluler hingga paket data. (*)