Tabu Menstruasi Bahayakan Nyawa Perempuan di Negara-negara Miskin

id Menstruasi

Tabu Menstruasi Bahayakan Nyawa Perempuan di Negara-negara Miskin

Ilustrasi - Menstruasi. (cc)

London, (Antara Sumbar) - Budaya yang menabukan menstruasi di negara-negara berkembang telah membahayakan nyawa perempuan dan remaja putri, dengan situasi yang diperburuk oleh kurangnya sanitasi, kata sebuah laporan pada Senin.

Pendarahan pada bagian vagina masih merupakan hal yang tabu di berbagai bagian dunia, karena sering dianggap memalukan bagi perempuan.

Di Nepal, para perempuan harus menjalani "chaupadi", sebuah tradisi adat yang mengharuskan mereka untuk dipingit selama masa menstruasi. Adat itu mewajibkan perempuan untuk tidur di dalam gudang atau bangunan tambahan di luar rumah jika mengalami pendarahan vagina.

Sementara di India, menstruasi adalah fenomena yang jarang dibicarakan secara terbuka sehingga membuat para remaja putri seringkali tidak mengetahui apapun mengenai tubuhnya sendiri. Mereka akhirnya juga menjadi korban pengucilan sosial akibat masih bertahannya kepercayaan lama.

Ada banyak alasan lain kenapa perempuan mengalami pendarahan dalam vagina, seperti misalnya depresi pasca-persalinan, keguguran, endometriosis (keluarnya jaringan dalam dinding rahim), dan kanker servik, kata sebuah laporan yang dipublikasikan dalam British Medical Journal pada Senin.

"Sepanjang masa hidup, para remaja putri dan perempuan harus mengalami berbagai macam pendarahan dalam vagina, dan banyak di antaranya tidak diketahui akibat informasi yang salah, ketakutan, rasa malu, dan tabu," kata laporan itu.

Para peneliti mengatakan bahwa kebijakan yang mendorong diskusi terbuka akan membantu perempuan dan remaja putri untuk bisa membedakan pendarahan normal, seperti menstruasi, dan pendarahan yang tidak normal, yang bisa disebabkan oleh penyakit seksual menular ataupun kanker.

"Langkah pertama adalah memecah kebisuan terkait topik pendarahan vagina, dari level global sampai lokal, sehingga perempuan dan remaja putri bisa mendapatkan layanan kesehatan yang dibutuhkan tanpa keraguan," kata laporan yang sama.

Tabu sosial dan juga kurangnya ketersediaan air bersih, sabun dan produk-produk sanitasi membuat banyak wanita tidak bisa mengelola pendarahan vagina secara bersih.

Hampir setiap harinya, lebih dari 800 juta perempuan berusia antara 15 sampai 49 mengalami menstruasi. Meski demikian, sebanyak 1,25 milyar perempuan di seluruh dunia tidak punyak akses toilet selama periode tersebut, kata lembaga amal WaterAid.

Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan bahwa akibat kurangnya fasilitas, satu di antara 10 remaja putri di Afrika tidak akan bisa berangkat sekolah selama masa menstruasi dan pada akhirnya berhenti mengenyam pendidikan. (*)