KPK akan Respons Surat Novanto Pemberitahuan Tersangka

id KPK, Setya Novanto, Kasus KTP-e

Jakarta, (Antara Sumbar) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan merespons surat yang dikirim Ketua DPR RI Setya Novanto terkait pemberitahuan status penetapan tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan KTP-elektronik (KTP-e).

"Tadi siang KPK menerima surat dari Setya Novanto (SN), kami terima surat yang intinya pemberitahuan terkait status tersangka," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Selasa.

Febri menyatakan penyidik akan mempelajari terlebih dahulu sekaligus merespons surat pemberitahuan status tersangka terhadap Setya Novanto tersebut.

"Dalam minggu ini akan kami sampaikan dan kegiatan penyidikan terhadap Setya Novanto (SN) juga akan kami sampaikan lebih lanjut," ucap Febri.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Idrus Marham menegaskan partainya menunggu surat resmi dari Komisi Pemberantasan Korupsi terkait penetapan tersangka Ketua Umum DPP Partai Golkar Setya Novanto dalam kasus dugaan korupsi KTP Elektronik, sebelum menentukan langkah selanjutnya.

"Kami mengharapkan adanya surat penetapan Pak Novanto sebagai tersangka di KPK. Karena dari sana kami akan menentukan langkah-langkah selanjutnya," kata Idrus dalam konferensi persnya di Jakarta, Senin (17/7).

Hal itu, menurut dia, juga terkait langkah hukum yang akan diambil DPP Partai Golkar ke depan pasca penetapan status Novanto tersebut.

Idrus mengatakan Golkar akan mempelajari dasar-dasar pertimbangan secara hukum seperti apa dan partainya akan menentukan langkah-langkah hukum selanjutnya seperti menempuh pra-peradilan.

KPK menetapkan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-E) tahun 2011-2012 pada Kemendagri.

"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seorang lagi sebagai tersangka. KPK menetapkan saudara SN (Setya Novanto) anggota DPR RI periode 2009-2014 sebagai tersangka karena diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam paket pengadaan KTP-e pada Kemendagri," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di gedung KPK Jakarta, Senin.

Setnov disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Menurut Agus, Setnov yang saat penganggaran dan pelaksanaan KTP-E itu berlangsung menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar, berperan melalui seorang pengusaha bernama Andi Agustinus alias Andi Narogong.

"Saudara SN melalui AA (Andi Agustinus) diduga memiliki peran baik dalam proses perencanaan dan pembahasan anggaran di DPR dan proses pengadaan barang dan jasa KTP-E. SN melalui AA diduga telah mengondisikan peserta dan pemenang pengadaan barang dan jasa KTP-E," tambah Agus.

Agus menegaskan bahwa sebagaimana terungkap dalam fakta persidangan dua terdakwa sebelumnya yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto, Setnov berperan sejak perencanaan.

"Diduga perbuatan tersangka sudah dilakukan sejak perencanaan yang dilakukan dalam dua tahap yaitu penganggaran dan proses pengadaan barang dan jasa," tambah Agus.

Dalam perkara ini sudah ada 2 orang yang menjalani sidang di pengadilan sebagai terdakwa yaitu mantan Dirjen (Dukcapil) Kemendagri Irman yang dituntut 7 tahun dan pidana densa sejumlah Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sejumlah 273.700 dolar AS dan Rp2,248 miliar serta 6.000 dollar Singapura subsider 2 tahun penjara.

Selanjutnya mantan Direktur PIAK Kemendagri Sugiharto yang juga sudah dituntut 5 tahun penjara ditambah denda sebesar Rp400 juta subsider 6 bulan serta kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp500 juta subsider 1 tahun penjara.

Terdakwa lain adalah anggota DPR dari fraksi Hanura Miryam S Haryani yang didakwa memberikan keterangan tidak benar dalam persidangan KTP-E dan sudah dalam proses persidangan dengan pembacaan dakwaan pada 13 Juli 2017.

Sedangkan ada juga dua orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka yaitu Andi Agustinus sebagai tersangka dugaan korupsi KTP-E dan anggota DPR dari fraksi Golkar Markus Nari dalam dugaan tindak pidana korupsi dengan sengaja mencegah, merintangi, menggagalkan secara langsung maupun tidak langsung penyidikan, pemeriksaan pada sidang KTP-E. (*)