KPK Periksa Yosep Sumartono Terkait Markus Nari

id Febri Diansyah

KPK Periksa Yosep Sumartono Terkait Markus Nari

Juru Bicara KPK Febri Diansyah. (Antara)

Jakarta, (Antara Sumbar) - Komisi Pemberantasan Korupsi akan memeriksa mantan Staf Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dukcapil Kemendagri) Yosep Sumartono sebagai saksi untuk tersangka Markus Nari.

"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Markus Nari (MN) dalam penyidikan tindak pidana korupsi merintangi proses penyidikan, persidangan, dan memberikan keterangan tidak benar pada persidangan KTP elektronik dengan terdakwa Irman dan Sugiharto," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di Jakarta, Kamis.

Sebelumnya, KPK mengkonfirmasi soal indikasi aliran dana proyek KTP elektronik (KTP-el) yang diterima sejumlah pihak terhadap saksi Vidi Gunawan yang juga adik dari tersangka kasus tersebut, yaitu Andi Agustinus alias Andi Narogong.

"Terhadap saksi, kami konfirmasi lebih lanjut informasi-informasi yang terkait dengan indikasi aliran dana pada sejumlah pihak tentu saja indikasi aliran dana yang dikonfirmasi ini masih saling terkait dengan kasus KTP-el yang juga sedang kami proses baik itu di persidangan atau pun dalam proses penyidikan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu (12/7).

KPK pada Rabu memeriksa Vidi Gunawan sebagai saksi untuk tersangka Markus Nari.

"Ketika kami memproses kasus dengan tersangka MN ini kami mendalami terus upaya-upaya atau indikasi-indikasi perbuatan yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk menghalangi atau merintangi penanganan kasus KTP-el," ujar Febri.

Sebelumnya dalam persidangan kasus KTP-el dengan saksi Yosep Sumartono, Vidi Gunawan pernah ditugaskan untuk mengantarkan uang di berbagai tempat.

"Terkait bagi-bagi uang, anda cerita banyak ada di Mall Cibubur Junction sebesar 1 juta 500 ribu dolar AS, di Holland Bakery Kampung Melayu 400 ribu dolar AS, ada di Pom Bensin Bhayangkara sebesar 400 ribu dolar AS, ada di Pom Bensin Auri 200 ribu dolar AS, apa benar," tanya salah satu anggota majelis hakim dalam lanjutan sidang kasus KTP-el di Pengadilan Tipikor, Jakarta beberapa waktu lalu.

"Saya sudah bicara ke penyidik yang di Mall Cibubur Junction itu sebesar 500 ribu dolar AS sudah dikoreksi dalam BAP. Di Holland Bakery Kampung Melayu 400 ribu dolar AS, ketiga di Pom Bensin Bhayangkara 200 ribu dolar AS, di Pom Bensin Auri Pancoran 400 ribu dolar AS," ujar Yosep.

"Uang yang di Cibubur anda terima dari mana dan kemudian anda kemanakan?," tanya Hakim.

"Yang di Mall Cibubur Junction awalnya saya ditelepon oleh saudara Vidi Gunawan (adik Andi Narogong) dan diterima, di Kampung Melayu juga dari Vidi semua dari Vidi. Semua uang dolar AS," kata Yosep.

Yosep menjelaskan bahwa dirinya diperkenalkan dengan Vidi oleh terdakwa kasus pengadaan proyek KTP-el Sugiharto.

"Saya ditelepon pak Sugiharto dikenalkan dengan saudara Vidi bilangnya "Mas minta tolong nanti ambil titipan di Mall Cibubur Junction, baru nanti Vidi menghubungi saya" begitu. Saya lupa hari dan tanggalnya. Sekitar jam 11 siang, perintahnya di kantor kemudian saya naik ojek ke Cibubur dari kantor pak Sugiharto di Kalibata, uangnya dalam koper," katanya lagi.

Setelah itu, kata Yosep, uang tersebut kemudian diserahkan ke kantor Sugiharto di Kalibata.

"Waktu itu Vidi cuma bilang, ini 500 ribu dolar AS tetapi saya tidak tahu apa rupiah apa dolar karena dalam tas koper. Saya serahkan ke pak Sugiharto di kantor di Kalibata, ia bilang 'iya mas terima kasih terus saya dikasih uang kalau tidak salah Rp300 ribu apa Rp500 ribu untuk pribadi transport saya," kata Yosep.

KPK telah menetapkan anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Markus Nari sebagai tersangka dalam dua kasus terkait tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP-el).

Atas perbuatannya tersebut, Markus Nari disangkakan melanggar pasal 21 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan pada sidang terdakwa dalam perkara korupsi dapat dipidana maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.

Dalam dakwaan, Markus Nari yang saat itu anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golkar menerima Rp4 miliar dan 13 ribu dolar AS terkait proyek KTP-el sebesar total Rp5,95 triliun itu. (*)