UU Ketahanan Keluarga Ditargetkan Selesai Sebelum 2019

id UU

Padang, (Antara Sumbar) - Komite III DPD RI menargetkan UU Ketahanan Keluarga rampung sebelum masa jabatan wakil rakyat berakhir 2019.

"Ketahanan keluarga ini masuk dalam legislasi nasional, artinya DPR dan DPD bertanggung jawab melahirkan UU tersebut dalam periode ini," kata Ketua Komite III DPD RI Hardi Slamet Hood di Padang, Selasa.

Menurutnya, ketahanan keluarga merupakan faktor penting dalam mewujudkan ketahanan bangsa dan negara, karena itu harus memiliki dasar hukum yang kuat.

Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga dinilai tidak memadai lagi, karena lebih condong membahas tentang pengendalian penduduk, belum ketahanan keluarga.

Saat ini, tambahnya tahapan pembuatan dasar hukum itu masih pada tahap awal, yaitu menjaring aspirasi masyarakat untuk dijadikan masukan dalam pembentukan Rancangan Undang-Undang.

"Masukan ini nanti akan diinventarisasi dan dibicarakan lagi pada 5 Juli untuk dijadikan dasar bagi naskah akademik RUU," ujarnya.

Naskah akademik itu akan disampaikan pada DPR RI untuk dibahas lebih lanjut dalam rumusan pasal demi pasal. Akhir Nofember 2017 diharapkan naskah RUU itu telah selesai.

DPD, lanjutnya menjaring aspirasi dan masukan masyarakat dari tiga provinsi masing-masing Sumbar, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat (NTB).

"Kita pilih Sumbar karena dinilai memiliki ketahanan keluarga, baik dari bidang ekonomi maupun agama," ujarnya.

Sementara itu Wakil Gubernur Sumbar, Nasrul Abit mengatakan untuk mewujudkan ketahanan keluarga, harus dimulai dengan memenuhi kebutuhan dasar yaitu ekonomi, pendidikan dan kesehatan.

"Tiga hal itu harus masuk dalam RUU yang akan dibuat," sebutnya.

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, KB, Kependudukan Sumbar, Novrial mengusulkan harus ada persamaan pandangan antara semua lembaga negara terhadap ketahanan keluarga. Jangan ada lagi istilah berbeda, padahal tujuannya sama yaitu keluarga.

Keluarga juga harus dipandang sebagai entitas terkecil sebagai subjek dan objek bagi program pembangunan pemerintah.

Data yang digunakan oleh UU tersebut nantinya juga harus sama karena sekarang ada tiga data berbeda yaitu milik Kementerian Dalam Negeri, BKKBN dan Badan Pusat Statistik.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Ratna Wilis dalam kesempatan yang sama mengemukakan persoalan yang menjadi kendala dalam ketahanan keluarga berbeda antara masing-masing daerah.

Untuk Sumbar, menurut dia persoalan ekonomi bukan yang utama, tetapi lebih dipengaruhi tingkat perceraian serta masih adanya kekerasan terhadap perempuan dan anak.(*)