Nilai Tukar Petani Sumbar Turun 1,67 Persen

id Nilai, Tukar, Petani, Sumbar

Nilai Tukar Petani Sumbar Turun 1,67 Persen

Panen padi. (ANTARA SUMBAR/Joko Nugroho) ()

Padang, (Antara Sumbar) - Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Barat (Sumbar) mencatat nilai tukar petani di daerah itu selama Mei 2017 turun 1,67 persen dari NTP April 2017.

"Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga di perdesaan pada 11 kabupaten di Sumbar nilai tukar petani April 98,71 pada Mei turun menjadi 97,07," kata Kepala BPS Sumbar, Sukardi di Padang, Selasa.

Nilai tukar petani (NTP) yang diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga dibayar petani yang merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di perdesaan.

Menurut dia, nilai tukar petani juga menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.

"Makin tinggi nilai tukar petani maka makin kuat pula kemampuan atau daya beli petani," katanya.

Ia menyebutkan nilai tukar petani Mei untuk subsektor tanaman pangan 93,66, subsektor hortikultura 85,98, subsektor tanaman perkebunan rakyat 100,59, subsektor peternakan 104,38, dan subsektor perikanan 110,43.

Menurut dia, secara regional di Sumbar pada bulan Mei terjadi inflasi di perdesaan sebesar 0,57 persen disebabkan inflasi pada kelompok bahan makanan 1,12 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau 0,07 persen, kelompok perumahan 0,78 persen, dan kelompok sandang 0,40 persen.

Sementara itu, indeks harga yang diterima petani pada bulan Mei turun 1,20 persen dan indeks harga yang dibayar petani mengalami penaikan 0,48 persen.

Sebelumnya, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Sumbar mengumumkan sekitar 30 persen dari 600.000 kepala keluarga petani di daerah itu telah memiliki asuransi tani atau Asuransi Usaha Tani (AUT).

"Pada awalnya terserap sebesar 15 persen, sekarang sudah mencapai 30 persen petani yang memiliki AUT," kata Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Sumbar Candra.

Ia mengatakan bahwa nilai premi sebesar Rp180 ribu dengan subsidi dari pemerintah sebesar Rp144 ribu, petani hanya membayar Rp36 ribu per hektare lahan untuk setiap musim tanam.

"Ganti rugi bisa dibayarkan maksimal Rp6 juta dengan kerusakan lebih dari 75 persen," katanya.

Ia mengatakan bahwa petani dapat mengajukan klaim jika lahan pertanian mengalami kekeringan, kerusakan yang disebabkan oleh banjir, ataupun serangan hama. (*)