Armada Kurang, 247 Ton Sampah Solok Tidak Terangkut

id sampah

Armada Kurang, 247 Ton Sampah Solok Tidak Terangkut

Truk Sampah. (Antara)

Arosuka, (Antara Sumbar) - Pemerintah Kabupaten Solok, Sumatera Barat mengalami kendala dalam pengelolaan sampah karena kurangnya armada pengangkut, dan tidak adanya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang dimiliki daerah itu.

"Volume sampah daerah ini mencapai 272 ton setiap harinya, dan yang terangkut baru sekitar 25 ton lebih, sisanya 247 ton tidak terangkut," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup setempat, Syaiful di Arosuka, Jumat.

Ia menerangkan hingga saat ini mobil pengangkut sampah yang dimiliki daerah itu baru tujuh unit, sehingga tidak bisa mengangkut keseluruhan sampah dari 14 kecamatan yang ada, karena jarak antarkecamatan juga cukup jauh.

Tujuh unit mobil pengangkut sampah itu hanya bisa melayani tujuh kecamatan yakni Kecamatan Kubung, Gunung Talang, X Koto Singkarak, Bukit Sundi, Danau Kembar, Lembah Gumanti, dan Lembang Jaya.

Tujuh mobil itu setiap hari mengambil sampah pada 45 titik dan sehari hanya bisa dua kali mengangkut karena jarak ke TPA cukup jauh ada yang lebih dari 45 km.

"Armada pengangkut belum seimbang dengan volume sampah yang ada, seharusnya setiap kecamatan minimal dilayani satu armada atau 14 unit untuk semuanya," ujarnya.



Selain itu hingga kini Kabupaten Solok juga belum memiliki TPA sendiri sehingga harus menumpang ke TPA regional Kota Solok yang merupakan milik pemerintah provinsi.

"Untuk membuang sampah ke TPA Kota Solok kami harus membayar sebesar Rp20 ribu per ton atau sekitar Rp500 ribu per harinya," kata dia.

Pemkab Solok sebenarnya sudah merencanakan membangun TPA di Sungai Nanam, namun hingga kini belum terealisasi.

Untuk mengatasi kekurangan armada pihaknya sudah mengajukan penambahan ke pemerintah daerah. Namun karena anggaran yang terbatas, penambahan hanya bisa dilakukan bertahap.



Ia menyebutkan saat ini pihaknya gencar menyosialisasikan ke nagari-nagari agar membuat program Nagari Mandiri Sampah, dimana sampah akan dikelola oleh masyarakat setempat. Sampah organik maupun anorganik dapat diolah menjadi hal yang menghasilkan.

Ada empat nagari yang akan dijadikan sebagai percontohan Nagari Mandiri Sampah, yakni Muaro Paneh, Alahan Panjang, Sumani, dan Koto Gaek.

Nagari mandiri sampah ini akan mengolah sampah organik untuk dijadikan pupuk tanaman dan perkebunan, dan sampah anorganik bisa diolah menjadi barang berguna seperti tas, hiasan dinding, dan lainnya yang dapat dijual sebagai tambahan penghasilan keluarga.

Diakuinya hingga saat ini daerah itu belum memiliki peraturan daerah tentang pengelolaan sampah sehingga penindakan terhadap masyarakat yang membuang sampah sembarangan belum bisa dilakukan.

"Namun perda pengelolaan sampah itu sudah menjadi inisiatif DPRD pada tahun ini, semoga pada 2018 sudah bisa disosialisasikan," ujarnya. (*)