Peran Bulog Atasi Anjloknya Harga Bawang Merah

id bawang merah

Peran Bulog Atasi Anjloknya Harga Bawang Merah

Ilustrasi - Panen bawang merah. (Antara)

Pagi itu seharusnya Suril Dirman (59) bahagia karena bawang merah yang telah dipeliharanya dengan teliti selama dua setengah bulan akan panen.

Banyak rencana yang sudah disusunnya dengan hasil penjualan bawang merah itu, namun pada akhirnya dia harus gigit jari.

Harga bawang merah di Alahan Panjang Kabupaten Solok tiba-tiba anjlok sejak pertengahan Mei 2017 yaitu Rp11.000 per kilogram. Harga itu jauh dari harapan petani yaitu di atas Rp25.000,-/kg.

Jangankan untuk mendapatkan untung, harga pasar yang anjlok itu membuat petani sulit untuk balik modal. Bahkan jika dihitung dengan letihnya bekerja memelihara ladang selama dua setengah bulan, petani mengalami kerugian yang tidak sedikit.

Suril mengatakan, untuk mendapatkan untung setidaknya harga bawang merah berkisar antara Rp15.000 hingga 25.000 per kilogram sesuai kualitas. Kalau bisa harganya di atas itu supaya petani bisa sedikit lebih untung.

Apalagi saat ini Ramadhan sudah di depan mata dan sebentar lagi lebaran Idul 1438 Hijriah hingga kebutuhan bawang merah juga meningkat dari biasanya.

Ia mengaku belum mendapatkan solusi untuk masalah tersebut dan berharap pemerintah melalui Badan Urusan Logistik turun tangan agar petani tidak terlalu menderita kerugian.

Kepala Bulog Sumbar Benhur Ngkaimi mengatakan sejak seminggu terakhir telah turun ke Alahan Panjang untuk membeli bawang merah dari petani dengan harga Rp15.000 per kilogram.

Bawang merah yang dibeli itu, tahap pertama mencapai 10 ton dan disebar ke 19 kabupaten dan kota di Sumbar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sebagian lagi didistribusikan ke Pekan Baru, Riau untuk membantu Gerakan Stabilitas Pangan (GSP).

Bulog akan tetap melakukan penyerapan bawang merah petani hingga harga kembali stabil. Bukan hanya harga di tingkat petani, tetapi juga di tingkat pedagang.

"Peran Bulog itu ada dua sisi, membantu petani dengan melakukan penyerapan jika harga anjlok. Sebaliknya membantu menstabilkan harga pasar jika harga melambung," kata Benhur.

Sumbar menurutnya memiliki potensi besar sebagai sentra bawang merah untuk kawasan Sumatera karena produksinya yang mencukupi dan kualitasnya yang relatif baik.

Data Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Sumbar, produksi bawang merah di daerah itu sekitar 63. 440 ton per tahun hingga 2016, bahkan ditargetkan bisa meningkat menjadi 200.000 ton per tahun pada 2017, sedangkan kebutuhan hanya sebanyak 21.007 ton per tahun.

Artinya Sumbar berpotensi menjual sekitar 40.000 - 180.000 ton bawang merah keluar daerah setiap tahunnya.

Bulog menurut Benhur akan berupaya membantu petani agar pemasaran bawang merah tersebut bisa lintas provinsi, bahkan memenuhi kebutuhan pasar Sumatera.

"Sekarang kita coba masukkan bawang merah Sumbar ke Pekan Baru, Riau. Kalau sambutannya baik, kita bisa dorong agar daerah lain ikut membeli komoditas itu dari Sumbar. Namun hal itu hanya bisa dilakukan secara bertahap, tidak bisa instan.

Namun menurutnya, harus ada standarisasi kualitas bawang merah yang akan dijual ke luar daerah itu agar konsumen tidak merasa dirugikan. Standarisasi itu bisa dilakukan oleh Badan Usaha Milik Desa/Nagari (BUMDes/ BUMNag).

Nanti Bulog tidak lagi berhubungan langsung dengan petani, tetapi bisa berhubungan dengan BUMDes/BUMNag untuk penyerapan komoditas sesuai standar kualitas. Sementara sosialisasi kualitas bawang merah yang bisa dijual ke luar provinsi itu, akan menjadi tanggung jawan BUMNag/BUMDes.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Sumbar, Syafrizal menyebutkan saat ini baru 345 nagari dan desa yang telah memiliki BUMDes/BUMNag dari 880 nagari dan desa di Sumbar.

Namun pada 2017 jumlah badan usaha itu ditargetkan bertambah setidaknya 500 unit dengan sektor usaha disesuaikan dengan potensi di nagari/desa masing-masing, termasuk pengelolaan bawang merah.

Sementara itu Kepala Dinas Tanaman Pangan Holtikultura dan Perkebunan Sumbar, Candra mengatakan produksi bawang merah merupakan salah satu prioritas di daerah itu karena merupakan salah satu komoditas penyumbang inflasi.

Karena itu setiap tahun dilakukan perluasan lahan tanam bawang merah di Sumbar. Saat ini luas tanamnya sekitar 8.000 hektare tersebar di Kabupaten Limapuluh Kota, Agam, Tanah Datar, Padang Pariaman dan Solok.

Kemudian Kabupaten Solok Selatan, Dharmasraya, Pesisir Selatan dan Kota Solok. Produktivitasnya mencapai rata-rata tujuh ton per hektare.

Selain itu untuk mencapai target dan memperlancar proses produksi, pemerintah juga memberikan bantuan kepada petani berupa tangki-tangki penampungan air, alat dan mesin pertanian serta perbaikan irigasi.

Kemudian pemerintah juga membantu dalam sosialisasi pengendalian terhadap hama dan penyakit kepada petani, agar tingkat kerusakan atau kegagalan panen dapat diminimalkan.

Bantuan itu diharapkan bisa lebih memaksimalkan produksi komoditas bawang merah di Sumbar hingga menjadi sentra bawang merah di Sumatera.

Sebelumnya Menteri Pertanian RI Amran Sulaiman saat panen bawang di Kabupaten Solok menargetkan daerah itu menjadi lumbung bawang untuk Pulau Sumatera.

"Solok akan menjadi lumbung bawang merah untuk Sumatera," ujarnya saat panen raya padi dan tanam bawang merah di Nagari Sungai Nanam, Kabupaten Solok, 28 Desember 2016.

Ia menilai Solok berpotensi menjadi pemasok bawang merah karena memiliki beberapa keunggulan. Di antaranya kondisi geografis yang mendukung, kualitas yang bagus dan terbukanya pasar.

Oleh sebab itu, kata dia, provinsi yang ada di Sumatera tidak bergantung lagi pada bawang merah dari Brebes, dan Menteri juga meminta pedagang tidak menjual bawang merah ke luar Sumatera.

Harapan Menteri Pertanian dan dukungan Pemkab Solok, Pemprov Sumbar serta semangat dari sekitar 147.801 jiwa petani itu dipastikan Solok menjadi sentra produksi bawang merah di Sumatera segera terwujud. (*)