LSM Desak Kejati Tuntaskan Kasus Korupsi IAIN

id korupsi

LSM Desak Kejati Tuntaskan Kasus Korupsi IAIN

Ilustrasi - Korupsi. (ANTARA/Andika Wahyu)

Padang, (Antara Sumbar) - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) anti korupsi Sumatera Barat (Sumbar) yaitu Integritas, mendesak Kejaksaan Tinggi setempat segera menuntaskan kasus korupsi pengadaan tanah kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Padang.

"Kejati harus segera menuntaskan korupsi itu, agar didapatkan kepastian hukum bagi para pihak terkait perkara, dan publik memperoleh informasi tentang penanganan kasus," kata Koordinator Integritas Arif Paferi, di Padang, Senin.

Pasalnya, penyidikan yang dilakukan oleh Kejati saat ini adalah jilid kedua dalam kasus yang sama.

"Pemrosesan saat ini kan jilid kedua, dua nama sebelumnya telah divonis oleh pengadilan. Seharusnya kejaksaan tidak perlu waktu lama untuk merampungkan penyidikan sekarang," katanya.

Karena, kata Arif, fakta serta alat bukti yang telah terungkap di persidangan dapat digunakan dan dijadikan dasar oleh penyidik.

Kejaksaan juga diingatkan untuk memprioritaskan penuntasan kasus karena berkaitan dengan dana pendidikan.

Sementara Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Dwi Samudji, mengatakan saat ini pihaknya masih melengkapi berkas.

"Masih melengkapi berkas, lima tersangka yang ditetapkan juga belum diperiksa. Saksi sudah lebih dari 15," katanya.

Kelima terangka itu sudah ditetapkan oleh penyidik sejak 24 Januari 2017.

Diketahui lima tersangka tersebut sebanyak empat orang adalah masyarakat pemilik tanah, sementara satu lainnya pejabat dalam proyek pembebasan lahan.

Pada bagian lain, pemrosesan terhadap lima tersangka itu adalah jilid kedua dalam kasus pembebasan tanah kampus IAIN.

Dua nama yaitu mantan wakil rektor IAIN IB Salmadanis, dan Notaris Elly Satria Pilo, telah divonis bersalah oleh pengadilan.

Kasus itu bermula saat dilakukan pembebasan lahan seluas 60 hektare untuk pembangunan Kampus III IAIN IB Padang, di Sungai Bangek, Kecamatan Koto Tangah, Padang.

Proyek itu memiliki jumlah anggaran sebesar Rp38 miliar, bersumber dari dana Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

Berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kasus itu telah merugikan keuangan negara sebesar Rp1,9 miliar. Kerugian timbul karena hilangnya hak penguasaan negara terhadap tanah seluas 65.231 meter. (*)