Presiden Hormati MK Terkait Pembatalan Kewenangan Mendagri

id Presiden Jokowi

Presiden Hormati MK Terkait Pembatalan Kewenangan Mendagri

Presiden Joko Widodo (Jokowi). (Antara)

Semarang, (Antara Sumbar) - Presiden Joko Widodo mengatakan menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan pembatalan kewenangan Menteri Dalam Negeri untuk menghapus peraturan-peraturan daerah yang bermasalah.

"Kita sebenarnya ingin menyederhanakan, ingin menghapus dan menghilangkan hambatan-hambatan dalam perizinan investasi baik di pusat maupun daerah, tapi kita juga sangat menghargai apa yang sudah diputuskan MK," kata Presiden Jokowi di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Sabtu.

Hal tersebut disampaikan Presiden Jokowi di sela kunjungan kerja proyek pembangunan jalan tol Semarang-Solo seksi III ruas Bawen-Salatiga.

Lebih lanjut Presiden Jokowi menjelaskan bahwa masyarakat memerlukan sebuah penyederhanaan perizinan dan kecepatan perizinan dalam rangka investasi sehingga bisa memperbaiki pertumbuhan ekenomi di Indonesia.

"Itu sebuah keputusan yang harus kita hormati dan kita harus sadar bahwa kita Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tanggung jawab saya itu dari pusat sampai daerah. Itu semua harus diselesaikan," kata Presiden Jokowi yang didampingi Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono serta Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.

Pembatalan tersebut berlaku setelah MK mengabulkan uji materi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang diajukan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) dan sejumlah pihak.

Pada Rabu (4/4) MK mengabulkan permohonan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) dan kawan-kawan mengenai pasal 251 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah .

MK mengabulkan permohonan pemohon sepanjang pengujian Pasal 251 ayat (2), ayat (3), dan ayat (8) serta ayat (4). Pasal 251 ayat 1 UU Pemda menyatakan: perda provinsi dan peraturan gubernur yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan atau kesusilaan dibatalkan oleh menteri. (*)