BI: Barang Diatur Pemerintah Dominan Picu Inflasi

id Bank Indonesia, Sumatera Barat, Inflasi

BI: Barang Diatur Pemerintah Dominan Picu Inflasi

Bank Indonesia. ( FOTO ANTARA)

Padang, (Antara Sumbar) - Bank Indonesia (BI) perwakilan Sumatera Barat memperkirakan komponen barang diatur pemerintah seperti tarif tenaga listrik, kenaikan harga bahan bakar minyak hingga harga elpiji tiga kilogram menjadi pemicu inflasi di Sumatera Barat pada 2017.

"Pada 2016 inflasi Sumbar mencapai 4,8 persen, untuk 2017 diperkirakan berada pada angka 5,1 persen," kata Kepala perwakilan BI Sumbar, Puji Atmoko di Padang, Kamis.

Ia menyampaikan hal itu pada dialog dengan tema "Sinergi Percepatan Penanggulangan Masalah Pertanian dalam Rangka Meningkatkan Produksi Pertanian serta Upaya Pengendalian Inflasi Daerah" dihadiri Gubernur Sumbar Irwan Prayitno dan pemangku kepentingan terkait.

Puji mengatakan dominannya barang diatur pemerintah menjadi pemicu inflasi karena pengendaliannya agak sulit sebab harga ditetapkan oleh pemerintah pusat sehingga yang bisa diatur agar inflasi terkendali adalah kelompok pangan bergejolak.

"Misalnya untuk BBM mengikuti harga minyak dunia, biasanya kalau naik akan memicu inflasi cukup tinggi," ujarnya.

Sementara risiko inflasi pada komponen pangan bergejolak dipicu oleh gangguan produksi dan distribusi akibat anomali cuaca hingga kecukupan cadangan pangan dari pemerintah, kata dia

Pada sisi lain ia mengemukakan pada pada Maret 2017 Sumbar mengalami inflasi sebesar 0,02 persen dari sebelumnya pada Februari 2017 mengalami deflasi sebesar 0,17 persen.

"Pergerakan itu berlawanan arah dengan nasional yang mengalami deflasi sebesar 0,02 persen," katanya.

Terkait kedatangan bulan puasa dan Lebaran, Puji mengatakan kecenderungannya terjadi kenaikan inflasi dipicu oleh harga bahan kebutuhan pokok hingga tarif tiket pesawat udara.

Untuk tiket pesawat udara Gubernur Sumbar telah menyurati maskapai agar merasionalisasi harga tiket sehingga kenaikan saat Lebaran tidak terlalu tinggi, katanya.

Ia mengatakan pemerintah pusat menjanjikan insentif yang cukup tinggi kepada daerah yang berhasil mengendalikan inflasi.

Oleh sebab itu Tim Pengendali Inflasi Daerah telah menyiapkan sejumlah program antara lain memastikan kecukupan pasokan kebutuhan pokok berupa beras, cabai merah, bawang merah, daging ayam ras dan telur ayam ras.

Kemudian fokus menambah perluasan areal tanam, meningkatkan produktivitas lahan, modernisasi alat dan mesin pertanian, pembangunan "Rumah Bawang" sebagai sarana penyimpanan hasil panen bawang, dan pasar murah, kata dia.

Ia menambahkan inflasi yang rendah dan stabil diperlukan sebagai syarat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Sementara Gubernur Sumbar Irwan Prayitno mengapresiasi Bank Indonesia perwakilan Sumbar dan Otoritas Jasa Keuangan yang ikut bersinergi mengendalikan inflasi di provinsi itu.

Jika semua pihak bersinergi mulai dari BI, OJK, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Tanaman Pangan dan Perkebunan hingga TNI diharapkan inflasi menjadi lebih terkendali di Sumbar, katanya.

Berdasarkan data yang dihimpun dai BI perwakilan Sumbar dalam 10 tahun terakhir angka inflasi di provinsi itu cukup fluktuatif. Pada 2005 inflasi nasional mencapai 17,11 persen sementara Sumbar 20,47 persen, 2006 inflasi nasional 6,60 persen sedangkan Sumbar 8,05 persen, 2007 inflasi nasional 6,59 persen dan Sumbar 7,99 persen.

Lalu, 2008 inflasi nasional 11,6 persen sedangkan Sumbar 12,68 persen, pada 2009 inflasi nasional 2,78 persen dan Sumbar 2,05 persen, 2010 inflasi nasional 6,96 persen dan Sumbar 7,84 persen.

Selanjutnya, pada 2011 inflasi nasional 3,79 persen dan Sumbar 5,37 persen, 2012 inflasi nasional 4,30 persen dan Sumbar 4,16 persen, pada 2013 inflasi nasional 8,38 persen dan Sumbar 10,87 persen dan pada 2014 inflasi nasional 8,36 persen sedangkan Sumbar berada pada angka 11,58 persen. (*)