London, (Antara Sumbar) - Indonesia menekankan pentingnya pengaturan kegiatan keantariksaan secara adil dan berimbang untuk tujuan damai melalui pengembangan teknologi dan aplikasi keantariksaan yang diatur berdasarkan prinsip keadilan dan saling menghormati kedaulatan serta integritas wilayah masing-masing negara.
Hal itu dikemukakan Kuasa Usaha Ad-Interim (KUAI) KBRI/PTRI Wina, Febrian A. Ruddyard, selaku Ketua Delegasi RI dalam pandangan umum Indonesia pada sidang ke-56 SubKomite Hukum pada Komite PBB bagi Penggunaan Antariksa untuk Tujuan Damai/Legal Sub Committee of the United Nations Committee on the Peaceful Uses of Outer Space (LSC-UNCOPUOS) di Wina, Austria, demikian Counsellor/Koordinator Fungsi Politik KBRI/PTRI Wina, M. Zaim A. Nasution kepada Antara London, Selasa.
Febrian A. Ruddyard menekankan Indonesia memandang penting perlunya pengaturan kegiatan keantariksaan, khususnya yang terkait dengan dua aspek utama yaitu isu definisi dan delimitasi antariksa serta isu pemanfaatan geostationary orbit (GSO) secara adil dan tetap mengutamakan prinsip penghormatan atas kedaulatan dan integritas negara.
Dikatakan, Indonesia berpandangan kesepakatan negara-negara mengenai definisi dan delimitasi antariksa merupakan salah satu agenda prioritas yang perlu didorong melalui forum UNCOPUOS, sehingga dasar hukum untuk pengaturan wilayah kedaulatan antariksa dapat ditetapkan dan permasalahan yang muncul akibat legal uncertainty dapat diselesaikan.
Terkait isu GSO, posisi strategis Indonesia sebagai negara kepulauan yang berlokasi di sekitar garis khatulistiwa menjadikan isu tersebut penting bagi negeri ini karena 13 persen dari total rentang orbit berada di atas wilayah RI. Oleh sebab itu, dalam sidang LSC-UNCOPUOS, Indonesia kembali menegaskan posisi bahwa GSO perlu diatur dalam suatu rejim hukum khusus yang substansinya tidak bertentangan dengan ketentuan Space Treaty of 1967, serta tetap memerhatikan kepentingan negara, khususnya negara berkembang dan negara dengan letak geografi khusus, seperti negara-negara di garis khatulistiwa.
Di Forum PBB, Indonesia bersama Kelompok G-77 dan RRT juga turut mendorong agar seluruh negara, khususnya yang memiliki kemajuan di bidang keantariksaan, bahu membahu dalam mencegah perlombaan senjata atau mendorong non-militerisasi di ruang angkasa, sehingga pemanfaatan ruang angkasa untuk tujuan damai dapat terjamin.
Pada tingkat nasional, Indonesia mengaksesi sejumlah instrumen hukum tentang Keantariksaan antara lain the Space Treaty of 1967, the Rescue Agreement of 1968, the Liability Convention of 1972 dan the Registration Convention of 1976 serta memiliki UU Nomor 21 tahun 2013. Instrumen hukum tersebut telah menjadi dasar hukum bagi Pemerintah RI dalam mengembangkan kegiatan keantariksaan nasional.
Pertemuan yang berlangsung hingga 7 April mendatang dihadiri lebih dari 200 delegasi mewakili negara-negara pihak dan observer pada UNCOPUOS. Delegasi RI pada pertemuan tersebut dipimpin KUAI KBRI/PTRI Wina, Febrian A. Ruddyard, dan beranggotakan pejabat dari LAPAN, TNI Angkatan Udara, Universitas Atmajaya dan KBRI/PTRI Wina. (*)
Berita Terkait
Presiden Jokowi ke Sulawesi Utara resmikan BTS 4G dan Satelit Satria-1
Kamis, 28 Desember 2023 8:37 Wib
Layanan klinik satelit jamaah calon haji
Rabu, 14 Juni 2023 11:28 Wib
WNA AS Jalani Sidang Dakwaan Kasus Korupsi Satelit Kemenhan
Kamis, 9 Maret 2023 12:46 Wib
Melirik citra satelit sebagai penyeimbang informasi sawit
Senin, 4 Juli 2022 11:34 Wib
Menjelang Peluncuran Satelit Nano Buatan Indonesia
Selasa, 21 Juni 2022 15:47 Wib
Mahfud MD : Kasus Proyek Satelit Kemhan diarahkan ke ranah hukum
Minggu, 16 Januari 2022 13:19 Wib
Waspada Dampak Siklon Tropis Seroja
Selasa, 6 April 2021 12:47 Wib
44 tahun silam, Satelit Palapa pertama kali mengangkasa
Kamis, 9 Juli 2020 8:16 Wib