LBH Padang Kritik Surat Edaran Terkait Petani

id Surat, Edaran, Menanam, Padi

LBH Padang Kritik Surat Edaran Terkait Petani

Petani menanam padi di Jorong Lambah, Nagari Sianok Anam Suku, Agam, Sumatera Barat. (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)

Padang, (Antara Sumbar) - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Sumatera Barat mengkritik Surat Edaran Gubernur Sumatera Barat Nomor 521.1/1984/Distanhorbun/2017 pada tanggal 6 Maret 2017 terkait dukungan gerakan percepatan tanam padi.

"Surat edaran gubernur tersebut bisa menjadi "kebiri" hak-hak petani atas tanah, dikhawatirkan akan merugikan masyarakat ," kata Direktur LBH Padang, Era Purnama Sari dalam keterangan persnya yang di Padang, Rabu.

Sebelumnya, surat edaran tersebut memerintahkan petani untuk menanam padi setelah 15 hari panen. Apabila dalam waktu 30 hari tidak ditanam maka pengelolaannya akan diambil oleh Koramil, dan UPT Pertanian Kecamatan setempat.

Ia menyebutkan seharusnya Gubernur Sumbar lebih fokus untuk menghadirkan program-program untuk mendukung produktivitas petani seperti meningkatkan sarana dan prasarana pertanian termasuk irigasi, alat pembasmi hama, ataupun teknologi pertanian.

"Akan lebih baik jika gubernur menggunakan pendekatan dengan memberikan penghargaan (reward) bagi petani yang mampu meningkatkan produksi beras. Ini akan mungkin memotivasi petani, ketimbang melakukan pendekatan represif sebagaimana tercantum dalam surat edaran," katanya.

Ia meminta agar gubernur menarik surat edaran tersebut karena hal itu dinilai berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

Era memaparkan sejak 2016 pihak LBH Padang telah menerima pengaduan enam kelompok tani di kelurahan Gunuang Sariak, dan Kelurahan Sungai Sapiah Kota Padang.

Mereka mengeluhkan hilangnya debit air dalam saluran irigasi yang akan dialirkan ke sawah dengan luas sawah 178 hektare, sehingga hasil panen tidak maksimal dan terjadi gagal panen akibat kekurangan air.

"Kejadian ini masih berlangsung sampai sekarang, alangkah baiknya solusi untuk permasalahan itu yang dicari," katanya.

Sebelumnya, beredar Surat Edaran tertanggal 6 Maret 2017 yang ditandatangani Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno. Dalam surat itu disebutkan petani harus menanam kembali lahannya 15 hari setelah panen.

Jika 30 hari setelah panen tidak dikerjakan, maka diusahakan pengelolaannya diambil alih oleh Koramil bekerjasama dengan UPT Pertanian kecamatan setempat.

Kemudian lahan yang diambil alih pengelolaannya diatur dengan kesepakatan para pihak terkait (petani dan pengelola) dengan ketentuan, seluruh biaya usaha tani dikembalikan pada pengelola. Lalu keuntungan dari usaha tani dibagi antara petani dan pengelola dengan perbandingan 20 persen untuk petani dan 80 persen untuk pengelola.

Kerjasama pengelolaan antara Koramil dan UPT Kecamatan diatur lebih lanjut dengan perjanjian tersendiri.

Kepala Dinas Tanaman Pangan Holtikultura dan Perkebunan Sumbar, Chandra membenarkan adanya surat edaran yang bertujuan untuk mencapai luas tanaman padi, dalam Gerakan Percepatan Tanam di Seluruh Indonesia.

"Ini sebenarnya sudah dijalankan sejak 9 Februari 2017 pada 11 kabupaten dan kota di Sumbar. Namun, kendala di lapangan banyak petani yang enggan menggarap lahannya karena beberapa faktor," kata dia.

Ia memaparkan beberapa kendala seperti Kabupaten Tanah Datar menurutnya petani menolak menanami lahan setelah panen karena sesuai tradisi masa tanam dimulai kembali setelah lebaran. Sementara di Kabupaten Pesisir Selatan petani lebih memilih untuk mengelola lahan gambir dari pada sawah, karena harga gambir sedang tinggi.

"Ini menjadi persoalan, karena program yang ada tidak berjalan sesuai harapan. Kami berkoordinasi dengan Koramil mencari solusi, salah satunya yang tertera dalam surat edaran itu," katanya.

Namun ia membantah hal itu sebagai upaya perampasan lahan petani, apalagi seperti sistem tanam paksa zaman Belanda, karena semua berdasarkan kesepakatan dan perjanjian kerjasama yang jelas.

"Prakteknya seperti persediaan yang biasa dilakukan oleh petani di Sumbar. Nanti, TNI dan UPT pertanian yang mengelola, petani pemilik lahan akan mendapatkan 20 persen dari keuntungan sebagai sewa lahan," jelasnya. (*)