Meningkatkan Ekonomi Petani dengan Pertanian Organik

id Tanaman, Padi, Organik

Meningkatkan Ekonomi Petani dengan Pertanian Organik

Ilustrasi. (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)

Memanfaatkan tren masyarakat yang ingin hidup sehat dengan mengonsumsi pangan yang bebas dari pupuk dan pestisida kimia kini menjadi peluang untuk mengembangkan pertanian organik seperti padi.

Menangkap peluang itu Kelompok Tani Mekar Bakti di Jorong Koto Baru, Nagari Pakan Rabaan Utara, Kecamatan Koto Parik Gadang Diateh, Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, memilih untuk mengembangkan padi organik.

Di sawah seluas 20 hektare, Keltan yang diketuai Arlenandra ini bersedia menjadi percontohan pengembangan padi organik di Solok Selatan pada tahun 2016. Varietas padi yang ditanam merupakan varietas lokal yaitu Junjung.

Selain untuk menyukseskan program pemerintah pusat 1.000 desa organik, tanam padi organik ini dalam upaya meningkatkan perekonomian petani karena harga beras organik lebih mahal dibanding beras non organik.

Bupati Solok Selatan yang diwakili Asisten III Yul Amri melakukan panen perdana padi organik Keltan Mekar Bhakti pada Kamis (9/2). Hasilnya dalam satu hektare sesuai dengan ubinan sebanyak 3,7 ton.

Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pertanian Koto Parik Gadang Diateh, Apredi menyebutkan untuk menjadi padi organik memiliki masa transisi tiga hingga empat kali kemudian dilakukan pengujian oleh Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) untuk mendapatkan sertifikat organik.

"Padi yang ditanam Keltan Mekar Bakti masih berupa padi biasa karena belum memiliki sertifikat organik, " ujarnya.

Ia menyebutkan, beras organik mampu meningkatkan perekonomian petani karena harga jual yang tinggi.

Saat ini harga beras organik mencapai Rp25.000 per kilogram, lebih mahal dibanding harga beras non organik yang berkisar Rp10.000 per kilogram.

Menanam padi organik, imbuhnya tidak sesulit dengan padi yang diberi pupuk dan pestisidia kimia karena petani bisa mengolah pupuk sendiri, baik dengan kotoran hewan ternak atau dibuat dengan bebuahan serta dedaunan.

Penyuluh pertanian, Doni Prawira Negara menyebutkan pada awalnya petani pesimis padi yang mereka tanam akan tumbuh dengan baik karena kekurangan air.

Jarak sumber air ke areal persawahan sekitar 2 kilometer. Agar ketersediaan air memadai, sebutnya harus dibuat embung untuk menampung air.

"Kendala lainnya, seperti pupuk dan hama tidak mengkhawatirkan. Pupuk para petani telah mendapat bantuan, sementara hama hanya burung," ujarnya.

Selain itu, imbuhnya keltan tersebut juga telah mendapatkan bantuan mesin penggiling padi khusus padi organik dari pemerintah.

Kepala Dinas Pertanian Solok Selatan, Tri Handoyo Gunardi mengatakan pihaknya akan mengajukan pembuatan embung dalam APBD atau APBN.

"Padi organik Keltan Mekar Bhakti sempat kekeringan. Selain itu, burung juga menjadi ancaman," ujarnya.

Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumbar Nusyirwan Hasan menyebutkan, Kecamatan Koto Parik Gadang Diateh sangat berpeluang menjadi sentra pertanian organik dikarenakan terletak di hulu sungai yang airnya belum terkontaminasi bahan kimia.

Menurutnya dalam pengembangan tanaman organik di Solok Selatan, sebaiknya tidak jauh dari Pakan Rabaa Utara karena akan memudahkan dalam pengelolaan.

"Jika bisa di nagari-nagari tetangga. Sehingga dari hulu hingga ke bawah sudah menjadi desa organik," ujarnya.

Konsep desa organik, jelasnya memanfaatkan semua limbah organik yang bisa dimanfaatkan untuk menduduk pengembangan tanaman organik, semisal jerami yang tidak dibakar.

Jerami itu bisa dijadikan kompos karena memiliki kandungan pupuk, yakni N, P dan K, yang dibutuhkan oleh tanaman.

"Jika tidak mungkin dikomposkan, imbuhnya petani bisa merendamnya kemudian dipotong-potong. Dan sesudah jerami patah-patah baru diolah.

Ia menambahkan tanaman organik bukan hanya padi saja, melainkan tanaman lainnya juga bisa ditanam secara organik, seperti seperti cabai, bawang dan sayuran.

BPTP Sukarami, sebutnya memiliki taman sains pertanian Sukarami dengan sejumlah komoditas organik, seperti cabai, bawang merah dan kentang.

"Litbang kami juga telah menciptakan pupuk mikroba yang bisa digunakan untuk organik," ujarnya.

Perluasan Lahan

Provinsi Sumatera Barat pada 2017 kembali mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat untuk mengembangkan padi organik di sembilan nagari seluas 180 hektare.

Kesembilan nagari itu berada di Kabupaten Tanah Datar, Solok Selatan, Lima Puluh Kota, Pesisir Selatan, Padangpariaman, Agam, Pasaman, Dharmasraya dan Kota Solok. Setiap nagari mendapatkan jatah tanam 20 hektare.

Kepala Satuan Petugas (Satgas) Organik Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Sumbar, Ramailis mengatakan syarat lahan bisa disebut organik jika telah memiliki sertifikat organik yang berpedoman pada Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 6729 Tahun 2016, tentang sistem pertanian organik.

Diantaranya adalah lahan yang sebelumnya digunakan untuk pertanian konvensional, ketika akan dipergunakan untuk pertanian organik, harus terbebas dari bahan kimia, dengan masa transisi selama dua tahun untuk tanaman musiman seperti padi dan palawija.

Sedangkan untuk tanaman perkebunan dengan masa transisi selama tiga tahun.

Benih yang digunakan untuk pertanian organik, harus benih organik yang berasal dari budidaya lahan organik. Kemudian dalam penggunaan pupuk, harus menggunakan pupuk organik seperti pupuk kandang dan pupuk kompos.

Sedangkan untuk pengendalian hama pada lahan organik dengan menggunakan sistem pengendalian hama terpadu tanpa menggunakan bahan kimia berbahaya seperti pestisida.

Pengendalian hama dapat menggunakan musuh alami, seperti ular yang dapat mengurangi populasi tikus sawah, ujarnya.

Sementara itu, untuk sistem pengairan lahan organik, air yang digunakan harus berasal dari sumbernya tanpa melalui lahan pertanian yang menggunakan pupuk dan pestisida kimia.

Jika pada sistem irigasi, pada pintu air dapat dibuat kolam yang berukuran 0,1 persen dari luas lahan yang berguna untuk penetralisasi air dengan ditanami eceng gondok pada kolam tersebut.

Ia berharap dengan pengembangan lahan padi organik, semakin meningkatkan produksi padi organik di Sumbar, sehingga akan tercipta masyarakat yang sehat dengan konsumsi beras yang bebas dari bahan kimia.

Sumbar telah memiliki lahan padi organik bersertifikat seluas 96.991 hektare dengan 17 kelompok tani pertanian organik. Lokasi lahan pertanian organik padi tersebut antara lain seluas 35.845 hektare di Kabupaten Padang Pariaman.

Kemudian, 7,756 hektare di Kabupaten Agam, Tanah Datar seluas 9,8 hektare, Kabupaten Lima Puluh Kota 29,49 hektare, Solok 5,9 hektare, dan Padang Panjang 8,20 hektare. (*)