Senyum Petani Bawang Saat Menguatnya Harga

id Bawang

Senyum Petani Bawang Saat Menguatnya Harga

Petani membawa hasil panen bawang merah di lahan pertanian bawang kawasan Bagor, Nganjuk, Jawa Timur. (ANTARA FOTO/Rudi Mulya)

Senyum Makdir (56), petani bawang, kini makin sumringah. Keluhan dengan umpatan "paniang wak" (pusing saya) yang sering diucapkan selama ini mulai tak jarang terdengar.

Hal itu karena dia baru mendapat kabar dari salah seorang pedagang pengumpul kalau harga komoditas itu membaik.

Petani aneka jenis hortikultura di salah satu sentra produksi Alahan Panjang, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, itu kini mulai lega. Bayangan hasil panen dan penjualan mendatangkan rezeki lebih baik terlintas di benaknya.

Tak lupa dia bersyukur pada yang Mahakuasa atas karunia-Nya. Makdir pun tampak mengusapkan kedua telapak tangannya ke wajahnya sesusai doanya.

Kabar baik tentang harga bawang merah yang "merangkak" naik diterimanya saat panen di ladangnya seluas sekitar 1 hektare milik keluarganya.

Tiga bulan dia menunggu panen itu sejak musim tanam dan dengan tekun dia bersama dua orang pekerja ladangnya merawat tanaman itu dengan kasih sayang.

Kini, tiba saatnya panen diiringi pula kabar "merangkaknya" harga hingga senyuman para petani tersebut makin lebar dan gairah terus menanam bawang makin menggebu.

Selain mereka, banyak pula petani hortikultura di kawasan Alahan Panjang, Solok, juga makin bergairah dengan membaiknya harga jual bawang merah menjadi berkisar Rp18 ribu hingga Rp21 ribu per kilogram.

"Alhamdulillah, harga jual kini lebih baik jika dibandingkan panen sebulan lalu berkisar Rp10 ribu sampai Rp12 ribu per kilogram," kata Maidir, petani di Kabupaten Solok, Senin.

Kabupaten Solok merupakan daerah sentra pertanian dengan komoditas unggulan adalah bawang merah. Selain itu, juga penghasil kentang, kol, cabai merah, dan sayur-mayur lainnya.

Petani lainnya di daerah itu, Damra, juga menyebutkan produksi bawang merah bisa mencapai 7 s.d. 8 ton per hektare dengan jumlah bibit sekitar 500 kilogram.

Maidir menjelaskan bahwa para pedagang penampung juga telah datang membeli langsung bawang dan komoditas sayur-mayur dari petani setempat dengan harga lebih baik.

"Harapan kami agar harga jual bawang merah khususnya terus membaik sehingga bisa memacu petani lebih bersemangat lagi pada masa mendatang," ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa produksi bawang merah asal Solok itu tidak hanya memenuhi pasar lokal, tetapi juga sejumlah pasar di Sumatera Utara, Jambi, dan Pulau Jawa.

"Bahkan, kalau bawang di Brebes (Jawa Tengah) yang merupakan daerah sentra tidak berproduksi, produksi dari Solok dibawa ke daerah tersebut," kata Maidir.

Di sentra produksi sayur-mayur di Alahan Panjang, Kabupaten Solok terdapat tidak kurang dari 1.000 petani.

Rumah Bawang

Sementara itu, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Sumatera Barat berencana mendirikan rumah bawang di sentral-sentra produksi provinsi pada tahun 2017 guna menjamin kualitas pascapanen.

Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Sumbar Candra mengatakan bahwa rumah bawang kelak memiliki kapasitas tampung bangunan 15 s.d. 20 ton dengan biaya pembangunan Rp50 juta s.d. Rp75 juta tergantung pada kondisi bahan bangunan.

"Fungsi rumah bawang untuk pengeringan agar bawang dapat bertahan kurang lebih sampai 6 bulan," katanya.

Ia menyebutkan hampir 70 persen produksi bawang merah Sumbar berasal dari Alahan Panjang, Solok, dengan luas tanam lebih dari 3.500 hektare.

Diperkirakan akan terjadi kelebihan produksi sekitar bulan Februari dan Maret 2017 karena se-Indonesia sama-sama tanam dan panen bawang merah.

"Kemungkinan akan terjadi penurunan harga mencapai di bawah Rp10 ribu. Kalau sekarang, harga bawang merah di atas Rp19 ribu," katanya.

Hal itu tentu dapat menyebabkan kerugian petani sehingga perlu upaya pengeringan agar saat harga turun bawang tidak langsung menjualnya ketika panen. Namun, dijual ketika harga sudah normal kembali.

"Namun, permasalahannya, ketika telah selesai panen, petani langsung menjual karena butuh uang. Dengan hal itu, kami upayakan apakah nanti bisa meminjam dengan sistem KUR untuk pengamanannya atau nanti ada asosiasi yang membeli untuk dipasarkan bersama," katanya.

Ia menerangkan bahwa pihaknya akan bekerja sama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sukarami, Solok, dalam hal pengawasan pemanfaatan rumah bawang.

Terkait dengan hasil produksi bawang merah, kata dia, mengalami penaikan sekitar 97,8 ton atau menjadi 43.295,5 ton periode Januari hingga Agustus 2016 dibandingkan periode yang sama sebesar 43.197,7 ton pada tahun 2015.

"Produksi bawang merah Sumbar mengalami peningkatan karena bertambahnya luas tanam di beberapa daerah," kata Kepala Bidang Hortikultura, Dinas Pertanian Sumbar Yustiadi.

Produksi tersebut, di antaranya terdapat di Kabupaten Pesisir Selatan sebanyak 127 ton, Solok 37.075,6 ton, Tanah Datar 364,2 ton, dan Padang Pariaman 141,3 ton.

Selanjutnya, Kabupaten Agam 2.756,7 ton, Limapuluh Kota 114,5 ton, Solok Selatan 2.711,1 ton, Dharmasraya 0,7 ton, Kota Solok 4,2 ton, dan Sawahlunto 0,2 ton.

"Produksi bawang merah terbesar masih berada di Kabupaten Solok sama seperti tahun sebelumnya," ujar dia.

Ia menjelaskan bahwa Kabupaten Solok memiliki lahan potensial untuk produksi komoditas pertanian, bukan hanya produksi bawang merah, melainkan komoditas lain pun memiliki produksi yang besar daripada daerah lainnya.

Kendala dalam produksi bawang merah terdapat pada sumber daya manusia yang kurang memadai. Untuk itu, pihaknya terus melakukan pembinaan terhadap para petani serta memberikan bantuan peralatan agar produksinya meningkat setiap tahunnya.

"Kami terus melakukan sosialisasi kepada petani tentang penanaman bawang merah ini sehingga ke depannya para petani dapat memproduksi lebih besar lagi," ujarnya.

Di sisi lain, pihaknya telah memberikan bantuan kepada para petani berupa pompa air, tangki-tangki penampungan air yang dapat memperlancar proses produksi. (*)