Menkeu: Defisit Anggaran 2016 Capai 2,46 Persen

id Sri Mulyani Indrawati

Menkeu: Defisit Anggaran 2016 Capai 2,46 Persen

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Jakarta, (Antara Sumbar) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi sementara defisit anggaran dalam APBN-Perubahan 2016 telah mencapai 2,46 persen terhadap PDB atau sebesar Rp307,7 triliun.

"Dalam menghadapi kondisi ekonomi makro yang terjadi pada 2016, defisit APBN masih dapat dijaga pada batas aman yaitu 2,46 persen terhadap PDB atau Rp307,7 triliun," kata Sri Mulyani dalam jumpa pers realisasi sementara APBN-Perubahan 2016 di Jakarta, Selasa.

Sri Mulyani mengatakan realisasi sementara ini lebih tinggi dari target yang ditetapkan dalam APBN-Perubahan yaitu sebesar 2,35 persen terhadap PDB atau sebesar Rp296,7 triliun, karena kinerja belanja lebih optimal dari pendapatan.

"Dengan realisasi sementara defisit anggaran Rp307,7 triliun dan realisasi sementara pembiayaan anggaran yang mencapai Rp330,3 triliun, maka dalam pelaksanaan APBN-Perubahan 2016 terdapat Silpa sebesar Rp22,7 triliun," tambahnya.

Realisasi sementara defisit anggaran tersebut berasal dari pendapatan negara yang hingga akhir tahun 2016 telah mencapai Rp1.551,7 triliun atau 86,9 persen dari target dan belanja negara yang mencapai Rp1.859,4 triliun atau 89,3 persen dari target.

Dari sisi pendapatan, kata Sri Mulyani, penerimaan perpajakan telah mencapai Rp1.283,5 triliun atau 83,4 persen dari target dan penerimaan negara bukan pajak mencapai Rp262,3 triliun atau 107 persen dari target.

"Penerimaan pajak tumbuh 4,2 persen selama 2016, walaupun masih lebih rendah Rp33 triliun dari outlook shortfall sebelumnya sebesar Rp219 triliun. Namun, penerimaan bea dan cukai secara nominal menurun, karena turunnya produksi rokok," tuturnya.

Ia menjelaskan penerimaan perpajakan hingga akhir tahun juga terbantu oleh keberhasilan program amnesti pajak yang hingga akhir periode dua telah mengumpulkan uang tebusan hingga mencapai Rp107 triliun.

"Bila tidak termasuk amnesti pajak sebesar Rp107 triliun, pertumbuhan pajak nonmigas negatif 4,9 persen, karena masih lemahnya perekonomian dan harga komoditas, pemberian insentif perpajakan melalui perubahan PTKP serta reformasi perpajakan," ujar Sri Mulyani.

Sedangkan, realisasi belanja negara terdiri atas belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.148,6 triliun atau 87,9 persen dari pagu serta transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp710,9 triliun atau 91,6 persen dari pagu.

Belanja pemerintah pusat tersebut terdiri dari belanja Kementerian Lembaga sebesar Rp677,6 triliun atau 88,3 persen dari pagu dan belanja non Kementerian Lembaga sebesar Rp470,9 triliun atau 87,4 persen dari pagu.

"KL mampu membelanjakan 100,8 persen sesuai pagu penghematan. Daya serap anggaran ini membaik sesuai dengan perbaikan persiapan pelaksanaan anggaran pada awal tahun, melalui lelang dini," kata Sri Mulyani.

Melalui jenisnya, Sri Mulyani menambahkan realisasi belanja pegawai telah mencapai Rp205,4 triliun, belanja barang mencapai Rp257,7 triliun, belanja modal Rp165 triliun dan bantuan sosial Rp49,6 triliun.

"Kinerja penyerapan belanja modal dipengaruhi oleh upaya untuk meningkatkan belanja produktif, maupun upaya mengembalikan kredibilitas APBN dengan dilakukan penghematan. Belanja modal yang belum dilaksanakan, kegiatannya dapat diluncurkan di 2017," tambahnya.

Untuk transfer ke daerah dan dana desa, realisasi pada 2016 sangat dipengaruhi oleh rendahnya penyerapan dana bagi hasil, dana transfer khusus, baik dana alokasi khusus fisik maupun nonfisik akibat optimalisasi penggunaan akumulasi dana tahun-tahun sebelumnya.

"Namun, realisasi ini lebih tinggi dari belanja kementerian lembaga, apalagi penundaan dana alokasi umum sebesar Rp19,4 triliun tidak jadi dilaksanakan dan seluruh dana sudah ditransfer pada Desember 2016," ungkap Sri Mulyani.

Sementara itu, realisasi sementara pembiayaan anggaran telah mencapai Rp330,3 triliun atau 111,3 persen dari target yang terdiri atas pembiayaan utang sebesar Rp393,6 triliun dan pembiayaan nonutang sebesar negatif Rp63,3 triliun.

"Pembiayaan dilakukan secara efisien dan optimal. Menggunakan peranan negara secara maksimal namun tetap hati-hati dalam menunjang program pembangunan," tegas mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini. (*)