Menkeu: Tebusan Periode Dua Amnesti Tidak Spektakuler

id Sri Mulyani Indrawati

Menkeu: Tebusan Periode Dua Amnesti Tidak Spektakuler

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (Antara)

Jakarta, (Antara Sumbar) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pencapaian uang tebusan pada periode dua amnesti pajak tidak terlalu spektakuler seperti realisasi periode satu yang sempat mencapai kisaran Rp97,2 triliun.

"Memang dari sisi tebusan tidak spektakuler, seperti yang pertama," kata Sri Mulyani seusai melakukan inspeksi atas pelayanan amnesti pajak di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Rabu malam.

Sri Mulyani mengatakan salah satu penyebab turunnya realisasi uang tebusan itu adalah karena sebagian Wajib Pajak (WP) besar yang diantaranya merupakan pengusaha, telah mengikuti amnesti pajak pada periode satu.

"Sebagian besar 'high wealth' sudah mengikuti di tahap awal periode satu. Jadi WP besar yang setorannya hingga ratusan dan miliaran relatif semua sudah masuk," katanya.

Untuk itu, Sri Mulyani menambahkan pegawai pajak akan terus mengingatkan kepada para WP besar yang masih lalai atau belum melaksanakan kewajiban perpajakan secara benar, untuk mengikuti program amnesti pajak.

"Kita akan mengingatkan di 'prominent list' yang kita anggap atau diasumsikan punya 'income' yang belum dimasukkan," ujarnya.

Hingga 28 Desember 2016, realisasi uang tebusan berdasarkan penerimaan Surat Setoran Pajak (SSP) baru mencapai Rp105 triliun, atau hanya mengalami kenaikan sekitar Rp7,8 triliun dari pencapaian uang tebusan pada akhir periode satu sebesar Rp97,2 triliun.

Meski demikian, ia memastikan fokus utama dari program amnesti pajak bukan lagi uang tebusan, melainkan basis data para WP peserta "tax amnesty" yang bisa dimanfaatkan untuk optimalisasi penerimaan pajak pada 2017.

"Sekarang amnesti tujuannya untuk membuka basis pajak, bagaimanapun dengan data yang kita miliki, kita bisa mendapatkan penerimaan yang lebih 'ajeg' setiap bulannya mulai 2017," katanya.

Sri Mulyani mengharapkan dengan adanya basis data tersebut, kinerja Direktorat Jenderal Pajak yang didukung oleh tim reformasi perpajakan, bisa lebih maksimal dalam mengawal pendapatan negara dari sektor pajak. (*)