Cabai dan Jengkol Pemicu Inflasi di Padang

id cabai, jengkol, inflasi

Cabai dan Jengkol Pemicu Inflasi di Padang

Pedagang menata dagangan cabai di Pasar Kota Boyolali, Jawa Tengah. (ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho)

Padang, (Antara Sumbar) - Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Barat (Sumbar), mencatat cabai merah dan jengkol merupakan dua komoditas pemicu inflasi di Padang pada September 2016 yang mencapai 0,58 persen.

"Dua komoditas tersebut memiliki andil terbesar dalam membentuk angka inflasi Padang yaitu cabai merah 0,51 dan jengkol 0,10," kata Kepala BPS Sumbar, Dody Herlando di Padang, Senin.

Menurut dia cabai merupakan salah satu kebutuhan wajib warga Padang yang tidak bisa digantikan oleh komoditas lainnya sehingga saat harga naik masyarakat tetap membeli.

"Hal ini diperkuat oleh pada September ada Lebaran Idul Adha yang ketika itu kebutuhan cabai meningkat untuk memasak daging kurban sehingga harganya sempat mencapai Rp70 ribu per kilogram dibandingkan harga normal yang hanya Rp24 ribu," tambah dia.

Ia memberi saran salah satu strategi yang dapat dilakukan ke depan agar harga cabai tidak melonjak terlalu tinggi adalah membuat perencanaan musim tanam sehingga ketika permintaan tinggi seperti Lebaran cabai tersedia lebih banyak.

Selain itu komoditas lain yang mengalami peningkatan harga selama September 2016 di Kota Padang antara lain rokok kretek filter, rokok kretek, bahan bakar rumah tangga, beras, teri, tauge, kecambah, kentang, cabe hijau dan beberapa lainnya.

Namun ada komoditas yang mengalami penurunan selama September 2016u yaitu daging ayam ras, angkutan udara, bayam, gula pasir, kangkung , ikan tongkol,ambu-ambu, ayam hidup, telur ayam ras, minyak goreng, sepat siam dan lainnya, lanjut dia.

Menurutnya dari 23 kota di Sumatera pada September 2016 sebanyak sembilan belas kota mengalami inflasi dan empat kota mengalami deflasi.

Inflasi tertinggi terjadi di Sibolga sebesar 1,85 persen dan terendah di Kota Bengkulu sebesar 0,07 persen. sementara deflasi tertinggi terjadi di Kota Tanjung Pandan 0,68 persen, dan terendah di Kota Bungo 0,07 persen, ujarnya.

Kota Padang menduduki posisi ke-12 dan Kota Bukittinggi menduduki posisi ke-4 dari seluruh kota yang mengalami inflasi di Sumatera, lanjutnya.

Sebelumnya Sekretaris Daerah Sumbar, Ali Asmar menyampaikan ada empat persoalan yang menjadi pemicu inflasi di daerah itu sehingga pemerintah daerah perlu memperhatikan agar angka inflasi terkendali.

"Pertama soal sistem tata niaga perdagangan, manajemen stok, kondisi infrastruktur dan panjangnya rantai pasokan bahan pangan," kata dia.

Menurutnya sistem tata niaga perdagangan terutama bahan pangan perlu diperbaiki agar tidak terjadi kelangkaan.

Misalnya cabai, karena sebagian kebutuhan Sumbar didatangkan dari Jawa, jika pasokan terganggu akan langsung menyebabkan harga melonjak, ini harus diantisipasi, ujarnya.

Kemudian, lanjut dia, manajemen stok perlu diperbaiki dengan menyiapkan gudang untuk menyimpan bahan pangan utama sehingga saat terjadi kelangkaan dapat dilakukan operasi pasar.

Berikutnya ia menilai kondisi infrastruktur seperti jalan juga akan berpengaruh jika kondisinya jelek karena akan memperbesar biaya operasional pengangkutan komoditas pangan.

Lalu, masih panjangnya rantai perdagangan komoditas pangan dari petani hingga sampai ke tingkat pembeli juga perlu diperpendek sehingga tidak terjadi spekulasi harga. (*)