Pusdalop-PB: Sirine Tsunami di Sumbar Perlu Ditambah

id sirine, tsunami, sumbar

Pusdalop-PB: Sirine Tsunami di Sumbar Perlu Ditambah

Ilustrasi - Sejumlah siswa sekolah dasar (SD) berlari ke tempat aman saat simulasi evakuasi gempa dan tsunami di Lubukbuaya, Padang, Sumbar, Selasa (30/9). (Antara/ Iggoy el Fitra)

Padang, (Antara Sumbar) - Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops-PB) menyatakan, enam kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Barat masih membutuhkan tambahan 200 sirine peringatan tsunami.

"Di Kabupaten Pesisir Selatan yang panjang pantainya sekitar 245 kilometer, misalnya, hanya ada sembilan sirine," kata Kepala Pusdalops Sumatera Barat, Pagar Negara di Padang, Selasa.

Ia menyebutkan sudah mengusulkan pada tahun ini kepada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), BPBD, dan BMKG terkait penambahan tersebut, namun jumlah yang dapat direalisasikan tergantung pada persetujuan anggaran.

Di daerah Sumbar, katanya, ada sekitar delapan unit sirene yang dikelola BMKG dan 35 unit yang tersebar di kabupaten/kota Sumbar dikelola BPBD.

Sirine tsunami merupakan unsur penting untuk menanggulangi dan meminimalisasi risiko jika terjadi gempa bumi dan tsunami.

Selain itu, katanya menambahkan, jika sirine tidak ada maka masyarakat tidak segera tahu apakah gempa tersebut berpotensi tsunami atau tidak.

Mengenai pengetesan pada Selasa pada pukul 10.00 WIB ditemukan sirine yang tidak berbunyi di Kabupaten Agam, akibat gangguan di sateliti.

"Tetapi, tujuh menit kemudian sirine oti berbunyi seperti biasa dan aktivasi juga berjalan lancar," tambahnya.

Ia mengimbau kepada masyarakat jika terjadi gempa, dapat melakukan evakuasi mandiri, dengan tidak menggunakan kendaraan serta jangan panik.

Pihaknya sudah menyosialisasikan kepada masyarakat, baik itu berupa penyuluhan, spanduk, dan lain sebagainya.

"Kepada murid-murid sekolah juga kami beri pelatihan siaga bencana, namun belum ada dampak signifikan yang terlihat ketika bencana gempa terjadi," kata dia.

Sementara itu Kepala BPBD Sumbar, Zulfiatno mengatakan, program mitigasi bencana di daerah itu terancam sia-sia karena tidak bisa dilakukan secara berkesinambungan akibat keterbatasan alokasi anggaran dalam APBD.

Jalan-jalan menuju lokasi aman diperbukitan penuh sesak dan macet karena masyarakat banyak yang menggunakan kendaraan besar untuk mengungsi.

Ironisnya, sebutnya masyarakat yang sebenarnya sudah berada pada zona hijau atau aman dari ancaman tsunami, tetap panik dan ikut berusaha untuk menyelamatkan diri, sehingga jalan semakin macet.

"Padahal, kami sudah melakukan beberapa kali simulasi tsunami dalam program mitigasi bencana. Namun, karena tidak berkesinambungan, hasilnya hanya seperti itu," ujarnya. (*)