Saksi Sebut Upaya Pengurusan Perkara Libatkan Jampidsus

id Tipikor

Jakarta, (Antara Sumbar) - Saksi dalam sidang menyebutkan nama Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah upaya untuk mengurus perkara dugaan korupsi PT Brantas Abipraya yang diusut oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

"Anda juga sampaikan ke Sudi Wantoko kalau Pak Hairiansyah menelepon Jampidsus Pak Arminsyah?" tanya jaksa penuntut umum KPK Kristanti Yuni Purnawanti dalam sidang di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rabu (13/7) malam.

"Setahu saya tidak ada bu," jawab Treasure Manager kantor pusat PT Brantas Abipraya Joko Widyantoro.

Joko Widyanto menjadi saksi untuk terdakwa Direktur Keuangan dan "Human Capital" PT Brantas Abipraya Sudi Wantoko, Senior Manager perusahaan tersebut Dandung Pamularno dan Direktur Utama PT Basuki Rahmanta Putra Marudut Pakpahan yang didakwa menjanjikan uang ke Kajati DKI Jakarta SUdung Situmorang dan Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati DKI Jakarta Tomo Sitepu senilai Rp2,5 miliar.

Jaksa pun memutar rekaman pembicaraan antara Joko dan Sudi pada tanggal 22 Maret 2016.

Percakapan itu terjadi di lapangan golf pondok Indah saat Joko diundang oleh Dandung Pamularno untuk bermain golf dengan sejumlah stafnya termasuk dengan Marudut yang diduga kenal baik dengan Sudung Situmorang dan Tomo Sitepu serta dihadiri juga oleh Hariansyah yang bekerja sebagai staf hali BPK yang merupakan teman Dandung.

Joko: Saya ikut terus sama Pak Marudut"

Sudi: Hairiansyah itu juga banyak temannya

Joko : Tadi langsung, waduh gila temen kita diginiin, kurang ajar, langsung dia telepon ke Jampidsus, Pak Armin kalau anak buahnya kan, disuruh, tolong dicek itu di sana. Gitu kan? Jadi soal ini, kalau sampai proses itu tetap maju terus, nanti kita praperadilankan lewat kakak iparnya Pak Dandung

"Pak Hariansyah langsung telepon jJampidsus maksudnya?" tanya jaksa Kristanti.

"Belum tahu karena faktanya saya tidak melihat pak Hariansyah telepon langsung, saya tidak lihat langsung di situ tapi disampaikan nanti di sana," jawab Joko.

"Hariansyah langsung telepon Jampidsus, ke Pak Armin, dari mana tahu Hariansyah mau telepon?" tanya jaksa.

"Seingat saya menyampaikan saat itu, tapi faktanya saya tidak tahu, saya tidak lihat saat meneleponnya," jawab Joko.

Namun Hariansyah yang juga menjadi saksi dalam persidangan membantah hal tersebut.

"Ada upaya untuk menyelesaikan perkara ini ke kejagung maksudnya apa? Bantuan apa yang Anda berikan?" tanya jaksa.

"Kejagung itu mestinya tahu hal-hal yang terjadi di Kejati. Kalau ada yang tidak benar prosesnya, tentu bisa dilaporkan ke Kejagung atau komisi Kejaksaan. Saya tidak sependapat dengan keterangan Pak Joko tadi. Saya tidak ada menelepon Pak Armin karena saya tidak punya nomor Pak Armin. Dan setelah itu saya juga tidak melakukan apa-apa," kata Hariansyah.

Pada pertemuan di lapangan golf itu, Joko juga menunjukkan surat panggilan Kejati DKI Jakarta yang ditujukan untuk dirinya untuk dimintai keterangan kasus yang sudah menyebut Sudi dan Dandung sebagai tersangka meski masih dalam tahap penyelidikan.

"Di meja makan, saya diminta menunjukkan surat ke Pak Marudut. ternyata sudah penyidikan terus disampaikan juga Pak Marudut kenal dekat dengan pak Sudung," kata Joko.

"Pak Marudut bilang sendiri?" tanya jaksa.

"Iya, kita semua di situ dengar. Dia bilang ya sudah nanti saya koordinasi dengan Pak Sudung kasusnya seperti apa? Lalu pukul 13.00 selesai golf, Pak Marudut pamit pulang, yang bersangkutan minta izin ingin menemui Pak Sudung hari itu juga," jelas Joko.

Sudi, Dandung dan Marudut didakwa dan diancam pidana dalam pasal 5 ayat 1 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberatansan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau jo pasal 53 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut berisi tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta atau percobaan untuk melakukan kejahatan yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara. (*)