Melahirkan 1.000 UMKM Baru Lewat Minang Mart

id Minang Mart

Melahirkan 1.000 UMKM   Baru Lewat  Minang Mart

Seorang perajin menata belanga dari tanah Liat. (Arif Pribadi/Antarafoto)

Padang, (Antara) - Minangkabau dan jiwa dagang merupakan satu kesatuan yang sulit dipisahkan karena telah menjadi tradisi turun temurun yang mengalir dalam jiwa warga Sumatera Barat sejak dahulu kala.

Lihat saja novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk karya Hamka, atau Siti Nurbaya karangan Marah Rusli hingga Anak Perawan di Sarang Penyamun yang ditulis Sutan Takdir Ali Syahbana. Semua karya sastra itu dengan gamblang menyebutkan berdagang merupakan entitas masyarakat Minang.

Demikian juga Bung Hatta dalam memoarnya menulis sengaja memilih Sekolah Dagang Menengah Prins Hendrik School Jakarta setelah tamat dari MULO Padang pada 1919.

Salah satu pepatah Minang juga menyebutkan "ka ratok madang dahulu, babuah babungo balun, marantau bujang dahulu di kampuang paguno balun". Pepatah itu mengisyaratkan agar seseorang yang masih bujang dianjurkan merantau meninggalkan tanah kelahiran, guna mencari pengalaman di negeri orang karena belum berguna di kampung sendiri.

Tentu saja profesi yang paling banyak dilakoni para perantau Minang adalah pedagang mulai dari rumah makan, pakaian hingga yang paling sederhana yaitu kaki lima.

Tidak hanya di rantau, di Ranah Minang berdagang merupakan salah satu profesi yang paling dominan setelah pertanian dan perkebunan.

Hal ini diperkuat oleh data yang dihimpun Bank Indonesia perwakilan Sumbar yang mencatat sektor perdagangan memiliki kontribusi sebesar 15 persen terhadap produk domestik regional bruto Sumbar pada Triwulan I 2016.

Gubernur Sumbar Irwan Prayitno dalam berbagai kesempatan selalu menyampaikan karakter masyarakat Minang lebih tidak cocok bekerja di bidang industri.

Karena itu hampir tidak ada industri dalam skala besar yang tumbuh di provinsi itu selain Semen Padang.

Menurutnya salah satu karakter orang Minang adalah egaliter termasuk dalam dunia kerja sehingga banyak yang memilih buka usaha sendiri walaupun kecil ketimbang bekerja dengan orang lain.

Tak heran tenaga buruh bangunan yang ada di daerah itu banyak yang didatangkan dari Pulau Jawa.

Beranjak dari realitas tersebut Pemprov Sumbar berinisiatif meluncurkan program Minang Mart yaitu kedai modern yang dapat dikelola masyarakat hasil kolaburasi dari tiga Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

"Minang Mart diluncurkan untuk kebangkitan ekonomi masyarakat," kata Gubernur Irwan.

Tiga BUMD yang terlibat dalam program tersebut yaitu PT Grafika, Bank Nagari dan Jamkrida yang ditargetkan akan mengelola 1.000 Minang Mart.

Irwan menjelaskan Minang Mart merupakan program untuk menghidupkan ekonomi kerakyatan dengan cara Pemprov melalui BUMD membeli hasil pertanian, perkebunan, perikanan, dan kerajinan masyarakat untuk dipasok pada pedagang yang kemudian dijual kembali ke konsumen dengan harga wajar.

Keuntungannya ekonomi kerakyatan hidup, kita beli dari produsen dengan harga wajar, kita jual ke masyarakat dengan harga lebih murah, katanya.

Ia mengatakan PT Grafika akan bertugas mengelola atau membeli barang sekaligus memasok ke pedagang, sementara Bank Nagari memberikan suntikan pinjaman dana bagi pedagang yang membutuhkan penambahan modal dengan marjin syariah hanya tujuh persen.

Sedangkan Jamkrida berfungsi untuk menjamin pedagang mendapatkan kredit jika tidak memiliki agunan, kata dia.

Ia menyampaikan Minang Mart bukan mendirikan bangunan baru, melainkan bekerja sama dengan pedagang yang telah memiliki toko untuk di buat merek Minang Mart serta mendapat pasokan dengan harga murah.

Irwan memaparkan terdapat empat kelompok Minang Mart yakni kelas A berupa toko yang memiliki bangunan besar dan buka selama 24 jam dan kelas B dengan kapasitas dibawah kelas A.

Sementara untuk kelas C berupa warung dan kelas D yakni pedagang gerobak yang diberikan modal dari bantuan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) senilai Rp2 Juta.

"Kami merangkul pedagang untuk ikut bergabung dan memastikan akan memasok barang dengan harga murah dibanding distributor lainnya," ujarnya.

Ia mengatakan kalau pedagang kurang modal, akan disediakan bantuan kredit berbunga rendah.

"Ini bukan bisnis waralaba, melainkan semacam konsolidasi dan tahap awal ditargetkan 1.000 UMKM akan bergabung," katanya.

Salah seorang warga Padang Riswandi menyatakan ketertarikannya terhadap konsep Minang Mart karena dinilai lebih efisien disebabkan memotong jalur distribusi barang.

Ia optimistis kebangkitan pelaku UMKM di Sumbar dapat terwujud dengan syarat adanya supervisi yang ketat agar penerima program Minang Mart.





Pindah Kelas

Sementara praktisi bisnis yang memimpin 12 unit usaha CT Corp, Dony Oskaria menilai salah satu persoalan yang membuat usaha yang dikelola orang Minang tidak bisa bertahan lama adalah sulit bertransformasi dari pedagang menjadi pengusaha.

"Rata-rata usaha yang dikelola orang Minang sulit bertahan hingga dua generasi, begitu pendirinya meninggal maka usaha yang sudah berkembang besar malah bisa surut hingga gulung tikar," katanya.

Menurut dia pola pikir berusaha orang Minang harus diubah terutama bagaimana bisa mentransfer keahlian berdagang kepada generasi berikutnya.

Misalnya ada pedagang kain, yang memilih barang dia, memilih warna hingga menjahit juga, begitu meninggal akhirnya usaha tersebut tutup karena tidak dilakukan pewarisan keahlian kepada penerus usaha, paparnya.

Selain itu ia melihat telah terjadi pergeseran selera pasar yang kalau tidak diikuti maka usaha tersebut akan ditinggal.

Bisnis sukses kalau bisa memenuhi harapan pelanggan dengan memberikan pelayanan terbaik, ujarnya.

Orang yang paling bisa memenuhi harapan konsumen dan kreatif akan tampil sebagai pemenang dan bisa terus bertahan, lanjutnya yang juga anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN).

Oleh sebab itu, lanjut dia tidak pilihan pelaku usaha di Minang harus mau bertransformasi menjadi pengusaha.

Hampir sebagian besar pengusaha besar saat ini berawal dari usaha kecil dan rumah tangga, artinya usaha kecil punya potensi berkembang menjadi besar, kata dia.

Memenangkan Persaingan

Selain itu Dony mengemukakan kemampuan membaca selera pasar merupakan kunci untuk memenangkan persaingan usaha di tengah terjadinya berbagai perubahan yang terus bergulir.

"Saat ini terjadi perubahan luar biasa, dulu kalau ingin punya usaha pakaian harus sedia modal Rp1 miliar untuk bangunan dan barang, sekarang cukup Rp300 ribu buat sampel pakaian, unggah ke situs online sudah bisa jualan," katanya.

Menurutnya dengan adanya perubahan tersebut jika dulu yang bisa membuka usaha hanya terbatas sekarang siapa pun bisa berjualan dan tentu saja yang akan unggul adalah mereka yang bisa membaca selera pasar dan perilaku konsumen.

Dulu saluran penjualan itu dalam bentuk fisik berupa toko, sekarang berubah ke format digital ini mengubah perilaku masyarakat, ujarnya.

Ia mengatakan perubahan tersebut membuat produk yang dijual di pasar menjadi sangat banyak dan beragam, berbeda dengan dulu yang masih terbatas karena orang sulit untuk masuk.

Jika dulu hanya 10 orang yang bisa jadi pengusaha, sekarang 1.000 orang bisa jadi pengusaha, akibatnya banjir produk, katanya yang menjabat Komisaris Garuda Indonesia.

Akibatnya kata dia pemenang adalah mereka yang kreatif mampu memahami selera pasar, tidak statis dan selalu melakukan inovasi.

Ia menambahkan faktor penentu lahirnya perusahaan yang inovatif dan kreatif adalah sumber daya manusia yang dimiliki.

Zaman akan terus berubah , kebutuhan manusia terus berkembang hanya satu kata yang dapat menjadikan pelaku UMKM terus bertahan dan tumbuh yaitu kreativitas.