Kesuksesan Mendidik Anak Berawal dari Rumah

id parenting

Kesuksesan Mendidik Anak Berawal dari Rumah

Gubernur Sumbar Irwan Prayitno mengambil hasil evaluasi belajar anaknya di SMA Negeri 1 Padang

Padang, (Antara) - Seorang pria berkaca mata memakai batik merah melangkah ke salah satu ruang kelas SMA Negeri 1 Padang yang telah dipenuhi para orang tua murid.

Pagi itu merupakan jadwal pengambilan evaluasi hasil belajar siswa yang diserahkan langsung kepada wali murid.

Tiba di pintu semua yang ada dalam kelas kaget sembari mempersilahkan lelaki itu masuk. Karena sudah banyak yang datang ia dipersilahkan duduk menunggu giliran dipanggil wali kelas.

Pria itu adalah Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno yang ditengah kesibukannya menjadi orang nomor satu di provinsi itu, tetap mengupayakan hadir menjemput langsung hasil evaluasi belajar anaknya Farhanah siswa di sekolah itu.

Sembari menunggu giliran dipanggil wali kelas Irwan menyempatkan diri menyapa dan berbincang dengan wali murid lainnya.

Meski menjabat sebagai gubernur memasuki periode kedua, di ruangan kelas itu Irwan diperlakukan sama dengan wali murid lainnya yaitu sebagai orang tua yang menjemput hasil evaluasi belajar anak. Ia pun antre menunggu giliran sebagaimana yang lain.

"Alhamdulillah hasilnya membanggakan, bangga dengan proses usaha dan semangat belajar. Kalau soal hasil, itu selalu soal bonus dari usaha yang sudah dilakukan Farhanah," ucap Irwan.

Suami dari Nevi Zuarina itu pun tak canggung mengantar buah hatinya ke sekolah jika ada waktu luang. Ia menyadari selama ini konsekuensi menjalani tugas sebagai gubernur membuat anak-anaknya lebih sering ke sekolah diantar sopir.

Saat-saat seperti itu adalah momen yang bisa digunakan untuk berkomunikasi lebih mendalam bersama anak. Mengetahui persoalan dan memberikan nasehat hingga membangun kedekatan ayah dan anak.

Menurut Irwan suatu keniscayaan jika ada yang menafikan peran orang tua dalam kesuksesan seorang anak.

"Orang tua kunci utama, ingat harus keduanya ayah dan ibu, bukan urusan ibu saja," lanjutnya.

Ia mengajak seluruh orang tua terlibat penuh dalam pengasuhan anak, para ayah harus berpartisipasi, anak yang hebat adalah buah didikan ayah dan ibu.

Pakar parenting Adiyati Fathu Roshonan memandang saat ini kerap dijumpai orang tua menyerahkan anak ke sekolah ibarat mencuci pakaian ke laundri.

"Kalau ke laundri itu yang dibawa pakaian kotor, lalu ditinggal esok hari diambil sudah bersih," katanya.

Sosok yang akrab dipanggil Bunda Aini Kiki itu melihat ada orang tua yang memandang sekolah seperti laundri, anak diserahkan enam bulan kemudian saat mengambil evaluasi belajar berharap anak baik karena selama ini sudah ditempa di sekolah.

"Ini keliru karena tanggung jawab utama mendidik anak berada pada orang tua, kalau anak berperilaku baik di masyarakat yang ditanya siapa orang tuanya bukan siapa gurunya," lanjut dia.

Ia mengakui mendidik anak pada hari ini tidak mudah karena tantangannya berbeda dengan dulu saat belum ada internet, telepon pintar, televisi dan lainnya.

"Setiap orang tentu ingin jadi orang tua yang baik bagi anak-anaknya, namun mereka sering luput sudahkah mempersiapkan diri untuk itu," ujarnya.

Apalagi orang tua adalah profesi yang paling tidak tersiapkan dibandingkan pekerjaan lain, sekolah untuk menjadi orang tua itu tak ada sementara profesi ini sepanjang hayat , lanjutnya.

Darurat Seksual

Adiyati menyampaikan salah satu tantangan terberat dalam mendidik anak saat ini adalah begitu masifnya kejahatan seksual terhadap anak.

Jika anak tidak didampingi maka mereka akan amat mudah mencontoh dan lingkungan berperan kuat untuk itu, ujarnya.

Apalagi saat ini karena rasa tahu yang amat besar anak dapat mencari informasi menggunakan mesin pencari di internet.

Ini yang berbahaya, kalau anak mencari informasi seputar pengetahuan seksual bisa keluar macam-macam, katanya.

Ia menyebutkan berdasarkan data yang dihimpun dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) kejahatan seksual terhadap anak hingga saat ini telah mencapai 120 juta kasus.

Setiap hari selalu ada saja laporan yang masuk, dan itu baru yang terdata, bisa saja yang tidak dilaporkan lebih besar, katanya.

Oleh sebab itu para orang tua tak bisa lagi menyerahkan sepenuhnya hal ini kepada sekolah, semua harus bergandengan tangan menjadi orang tua yang cerdas untuk membentengi anak.

Tantangan Digital

Memasuki era digital menjadi salah satu tantangan berat yang juga dihadapi para orang tua dalam mendidik anaknya.

Anak sekarang mengalami percepatan berkat piranti teknologi informasi, mereka baru bisa tenang kalau sudah ada wifi.

Menurutnya anak-anak yang hidup pada era digital dan akrab dengan teknologi informasi cenderung mudah bosan dengan rutinitas sehari-hari, kesepian dan mudah marah.

Padahal, menurutnya fungsi gawai dan alat komunikasi itu untuk mendekatkan yang jauh, namun yang terjadi hari ini yang dekat malah jadi jauh, katanya.

Karena itu ia mewanti-wanti agar orang tua tidak memakai cara yang lama dalam mendidik anak sebagaimana saat dibesarkan dulu.

Jika masih memperlakukan anak seperti 30 hingga 40 tahun lalu, itu sudah bukan zaman lagi, kalau anak tidak puas mereka akan buat status di media sosial, tuturnya.

Ia menilai umumnya orang tua sekarang tidak kenal dengan anaknya, tidak sabar dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik karena peran orang tua lebih banyak digantikan oleh pengasuh.

Karena itu mulai dari sekarang siapkan diri menjadi orang tua yang baik lakukan perubahan pola komunikasi dan sadari kesuksesan anak ada di tangan kita, lanjutnya.

Pada 2045 Indonesia akan menghadapi bonus demografi karena jumlah penduduk usia produktif lebih besar dari pada jumlah tanggungan.

Yang akan yang akan menjadi penentu bonus demografi adalah para pelajar saat ini yang jumlahnya mencapai 65 juta orang.

Jika anak-anak hari ini dididik dengan baik maka pada 2045 di tangan mereka nasib bangsa ini dipertaruhkan, karenanya para orang tua harus mempersiapkan diri dari sekarang.

Didiklah anak-anak agar siap menghadapi zamannya, karena kelak mereka akan hidup pada zaman yang berbeda dengan yang dihadapi orang tua hari ini. ***