Hj Kamsri Benti, Sosok Pejuang Pendidikan dari Sawahlunto

id Sawahlunto

Hj Kamsri Benti, Sosok Pejuang Pendidikan dari Sawahlunto

Hj Kamsri Benti saat memeragakan salinan surat yang ia kirimkan kepada sejumlah pihak terkait, tentang penghapusan anggaran pendidikan anak berkebutuhan khusus pada APBD 2016 di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. (Rully Firmansyah)

Dalam usianya yang tak lagi muda, Hj Kamsri Benti, tetap ikhlas dan penuh semangat untuk memperjuangkan kesetaraan hak pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, dalam posisinya sebagai salah seorang pengurus sekaligus pekerja sosial pada Yayasan Rumah TIA.

Mengurus anak - anak yang tidak memiliki ksempurnaan fisik dan mental itu sudah menjadi pilihan garis perjuangannya, disamping menjadi seorang perintis sekaligus pelaku bisnis Homestay setelah memasuki masa pensiun sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) pada 2010.

"Kami selalu mencoba membangun optimisme terhadap para orang tua dari anak - anak berkebutuhan khusus tersebut, salah satunya dengan menanamkan prinsip bahwa hanya pribadi - pribadi terpilih lah yang dipercayakan Tuhan untuk memiliki anak - anak dengan kebutuhan khusus," kata dia, dalam sebuah percakapan di kediamannya, kawasan Tangsi Baru - Sukosari Kecamatan Lembah Segar, Minggu.

Menurutnya, langkah tersebut dinilai cukup berhasil dalam memberikan dorongan bagi para orang tua agar bersedia secara bersama - sama dengan penuh kesadaran untuk tetap memenuhi hak anak - anak mereka dalam mendapatkan pendidikan di Rumah TIA.

Alhasil, sebanyak 54 anak berkebutuhan khusus sudah berada dibawah pembinaan dan pengawasannya bersama staf pengajar di yayasan tersebut, meskipun tanggung jawab itu harus dilaksanakan dengan segala keterbatasan akibat masih kurangnya perhatian pemerintah kota itu dalam memenuhi kewajibannya meskipun sudah diatur dalam UUD 1945.

"Ada banyak persepsi tidak sama antara kami dan pihak pemerintah dalam menyikapi pendidikan bagi anak - anak itu, meskipun status kota ini dianggap sebagai salah satu Kota Layak Anak oleh pemerintah pusat melalui pihak kementerian terkait," sesalnya.

Salah satunya terlihat dengan dihapusnya anggaran pendidikan bagi anak - anak berkebutuhan oleh pihak Pemerintah Kota Sawahlunto dengan dalih adanya larangan untuk menganggarkan kegiatan tersebut oleh pihak Badan Pemeriksa keuangan (BPK).

Anehnya, larangan tersebut seakan sudah menjadi ketetapan pasti tanpa adanya celah untuk mengakomodir seluruh kegiatan pembinaan yang dilakukan, selain menghibahkannya ke pihak yayasan yang hingga saat ini juga tidak jelas bagaimana realisasinya pasca pelarangan pencairan dana hibah dan bantuan sosial oleh pihak Kementerian Dalam Negeri.

Pihaknya juga sudah berupaya mendapatkan keterangan tentang aturan yang mana dicantumkan pelarangan kegiatan tersebut, namun hingga saat ini ia bersama seluruh staf pengajar di yayasan tersebut tidak mendapatkan bukti tertulis terkait aturan yang digunakan untuk menghapus anggaran tersebut dari pihak terkait.

"Kami harus menggaji tenaga pengasuh dan pengajar disamping harus melengkapi sarana dan prasarana pendukung pendidikan sesuai minat dan bakat yang dimiliki anak - anak itu," jelasnya.

Untuk mengatasi situasi tersebut, pihaknya mencoba mengetuk kepedulian sejumlah perusahaan BUMN dan swasta nasional agar bersedia menyisihkan sebagian dana "Corporate Social Responsibility (CSR)" yang menjadi kewajibannya untuk diserahkan pengelolaannya kepada Yayasan Rumah TIA.

Keceriaan, semangat serta canda tawa anak berkebutuhan khusus binaannya lah yang telah membangkitkan keberanian untuk melakukan upaya tersebut akibat pupusnya harapan untuk memperoleh dana bantuan dari pemerintah.

Meskipun beban berat dan rasa kekecewaan mendalam itu senantiasa mengganjal setiap langkahnya dalam memenuhi kebutuhan pendidikan anak - anak yang nasibnya berbeda dengan anak sebaya mereka yang dikarunia kelengkapan dan kesempurnaan fisik dan mental.

"Mereka tetaplah manusia seperti kita, mereka butuh perhatian dan sentuhan kasih sayang dari orang - orang disekitarnya serta memiliki hak yang sama sebagai anak bangsa," tegasnya.

Dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional 2016, dia berharap agar kita semua mengembalikan rasa kemanusiaan dan cinta kasih terhadap sesama, salah satunya dengan memastikan hak - hak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran secara layak dan bermartabat mampu dipenuhi sebagai kewajiban bagi pemerintah terhadap rakyatnya.

"Jika tidak segera dibantu, maka 54 anak berkebutuhan khusus yang diasuh Yayasan Rumah TIA terpaksa harus dikembalikan ke orang tuanya karena tidak ada lagi dana yang bisa dialokasikan untuk membayar gaji tenaga pengasuh dan pengajar yang ada," kata dia. ***